BEST OF 2012 (SO FAR)

7 komentar
Tahun 2012 sudah melewati paruh pertama dan kali ini saya akan menampilkan 10 plus 5 film yang saya anggap adalah yang terbaik versi saya dalam paruh pertama tahun ini. Kenapa saya katakan sebagai "10 plus 5" karena nantinya hanya akan ada 10 film yang masuk daftar best of 2012 dan lima film lainnya masuk sebagai honorable mentions. Untuk film-film yang masuk daftar ini tidak semuanya punya daftar rilis perdana di 2012. Ada beberapa film yang rilis pada 2011 namun hanya rilis secara terbatas dan baru dirilis luas pada 2012 atau baru masuk ke Indonesia pada tahun 2012. Yang perlu saya tegaskan adalah daftar ini murni subjektif berdasarkan opini dan selera saya, bukan disusun berdasarkan aspek-aspek yang biasa dipakai kritikus profesional, jadi tentunya perbedaan selera akan jadi faktor penentu. Ini dia 15 film terbaik versi saya untuk paruh pertama 2012 yang DISUSUN URUT ABJAD (klik gambar untuk membaca review :

7 komentar :

Comment Page:

FORREST GUMP (1994)

6 komentar
Tentu saja hampir semua orang mengenal sosok Forrest Gump sekarang ini. Film garapan sutradara Robert Zemeckis dan dibintangi Tom Hanks ini sudah sangat melekat di kehidupan sehari-hari orang termasuk masyarakat Indonesia sekalipun. Sering sekali saya menjumpai hal-hal yang bersangkutan dengan Forrest Gump dipakai dalam berbagai kesempatan. Jika ada sebuah acara pemutaran film di kampus-kampus atau sekolah yang bertujuanuntuk membahas isu-isu sosial maka yang diputar seringkali film ini. Jika dalam hal apapun seseorang perlu menuliskan sebuah kalimat mutiara maka quote dari film ini yang berbunyi "Life is Like a Box of Chocolate. You Never Know What You’re Gonna Get" sangat sering dipakai. Pada masa perilisannya sendiri film ini sukses luar biasa dengan meraih pendapatan diatas $670 juta untuk pemutarannya di seluruh dunia. Dalam ajang Oscar film inipun sukses besar dengan meraih 13 nominasi dan membawa pulang enam piala termasuk Best Picture mengalahkan dua film legendaris Pulp Fiction dan The Shawshank Redemption, Best Director dan Best Actor untuk Tom Hanks. Sehebat apakah Forrest Gump sampai bisa mengalahkan masterpiece seorang Quentin Tarantino?

Diangkat dari novel berjudul sama karangan Winston Groom, ceritanya adalah mengenai seorang pria bernama Forrest Gump (Tom Hanks) yang diawal film terlihat duduk di sebuah bangku taman tempat orang-orang menunggu bus lewat. Dari situ kita sudah bisa melihat bahwa Gump adalah pria yang memiliki keterbelakangan mental. Kemudian disaat datang seorang wanita duduk disebelahnya mulailah Gump berceloteh mengenai kisah hidupnya yang kemudian akan membawa kita flashback sampai ke masa saat Forrest Gump masih kecil dan menggunakan penopang kaki untuk berjalan. Hal itu masih ditambah kondisi kepintarannya yang terbelakang dengan IQ 75 yang membuatnya selalu diolok-olok teman-temannya. Forrest yang susah mendapat teman akhirnya bertemu dengan Geany. Geany adalah gadis yang baik hati dan selalu menghabiskan waktu bersama Forrest tanpa peduli dengan kekurangannya tersebut. Sampai akhirnya keduanya beranjak dewasa dan mulai menjalani hidup mereka masing-masing. Namun Forrest tidak pernah melupakan Geany dan selalu mencintai gadis tersebut walaupun selama hidupnya telah melewati berbagai kejadian bersejarah mulai dari perang Vietnam sampai hal-hal unik lain yang membuatnya bisa bertemu dengan para ikon-ikon dunia seperti Elvis, John Lennon sampai banya Presiden Amerika Serikat. Selama itulah Forrest terus berusaha bertemu kembali dengan Geany.

6 komentar :

Comment Page:

TYRANNOSAUR (2011)

4 komentar
Meski judulnya Tyrannosaur, namun karya perdana Paddy Considine sebagai sutradara ini bukanlah spin-off dari Jurassic Park dan juga sama sekali tidak menampilkan seekorpun Tyranosaur ataupun dinosaurus lainnya didalamnya. Film ini adalah murni sebuah drama yang menampilkan pergolakan batin, religiusitas dan emosi dalam diri manusia. Lalu apa makna dari judulnya tersebut? Terserah interpretasi penonton. Kata tyrannosaur memang sempat disebutkan dalam dialog film ini meski saya cukup yakin makna dari judulnya bukanlah seperti yang nampak dalam dialog tersebut. Sedari film dibuka kita sudah akan diperlihatkan pada sosok Joseph (Peter Mullan) yang merupakan sosok lelaki tua yang sangat pemarah, pemabuk dan jelas sangat tidak ramah. Pada pembuka ini kita akan diperlihatkan bagaimana Joseph bisa begitu buas saat emosinya tak terkendali, bagaikan seekor tiranosaurus yang buas.

Akibat amarahnya yang sering tidak terkontrol Joseph beberapa kali harus terlibat dalam situasi yang juga membahayakan bagi dirinya. Bahkan diawal film Joseph sampai membuat anjing kesayangannya mati saat dengan penuh kemarahan dia menendang anjing itu. Joseph jelas adalah orang yang sangat mudah naik darah dan jika merasa marah sedikit saja tingkat kemarahannya langsung mencapai klimaks dan akan membuatnya melakukan hal yang diluar kontrol dan nantinya bisa jadi ia sesali telah ia lakukan. Suatu saat ia bertemu dengan seorang wanita penjaga toko bernama Hannah (Olivia Colman). Berbeda dengan Joseph, Hannah adalah wanita yang terlihat begitu sabar dan sangat religius. Dia percaya bahwa Tuhan selalu punya jalan yang terbaik bagi setiap umatNya termasuk dirinya dan Joseph. Sebuah hal yang bertolak belakang dengan Joseph yang menganggap itu semua sebagai omong kosong. Tapi sebenarnya kedua orang ini punya sisi lain yang sangat berbeda dibanding apa yang terlihat dari luar. Sisi lain itulah yang mulai terlihat seiring waktu yang membuat mereka lebih mengenal satu sama lain.

4 komentar :

Comment Page:

BRAVE (2012)

Tidak ada komentar
Saya merasa banyak yang terlalu berlebihan dalam menyikapi Cars 2 yang mendapat begitu banyak tanggapan negatif karena dianggap ceritanya terlalu dangkal apalagi jika dibandingkan dengan film-film rilisan Pixar sebelumnya. Untuk yang satu itu memang harus diakui bahwa kualitas ceritanya tidak superior seperti Toy Story, Finding Nemo sampai Up. Tapi tanggapan seburuk itu saya rasa tidak pantas disematkan pada Cars 2 yang pada dasarnya tetaplah sebuah film yang lumayan menghibur. Boleh dibilang Cars 2 punya standar kualitas yang setara dengan film-film yang biasa dirilis oleh Dreamworks. Saya rasa tanggapan negatif tersebut muncul karena kekagetan penonton yang mendapati Pixar tidak merilis sebuah film yang mampu menyentuh setelah selama tiga tahun beruntun merilis Wall-E, Up dan Toy Story 3 yang begitu menyentuh. Maka dari itu untuk Brave yang menjadi rilisan terbaru dari Pixar saya sangat berharap kualitasnya mampu kembali atau setidaknya mendekati karya-karya Masterpiece Pixar tersebut.

Seperti film Pixar lainnya, Brave juga dibuka dengan sebuah film pendek. Kali ini yang ditampilkan adalah film pendek karya Enrico Casarosa yang berjudul La Luna yang pada Oscar 2012 lalu masuk ke nominasi Best Animated Short Film dan seperti biasanya juga film pendek yang jadi pembuka adalah sebuah film dengan cerita yang sederhana namun penuh makna dan memiliki visual yang indah pula. Jujur saat itu saya sempat khawatir bahwa nantinya Brave akan kalah bersaing dengan film pembukanya tersebut. Kemudian kita akan diajak memulai petualangan yang menampilkan seorang puteri berambut merah bernama Merida. Sedari kecil Merida tidak seperti puteri lain, hobinya adalah memanah dan tidak suka diatur-atur oleh sang ibu yang berharap Merida jadi seperti dirinya yang anggun dan penuh tata krama. Sampai tiba saat dimana Merida dipaksa untuk menerima lamaran dari tiga orang pria yang merupakan calon dari tiap-tiap suku di kerajaan yang dipimpin ayahnya. Merida yang menolak pemaksaan tersebut memilih kabur dari kerajaan dan akhirnya bertemu dengan seorang penyihir yang berjanji bisa memberikan sebuah ramuan yang bisa merubah takdir Merida. Tapi ternyata yang didapat justru jalan keluar yang menambah pelik permasalahan dan menimbulkan kekacauan.

Tidak ada komentar :

Comment Page:

INLAND EMPIRE (2006)

1 komentar
Dibanding film-filmnya yang lain, Inland Empire sering dikatakan sebagai filmnya David Lynch yang paling susah dimengerti. Begitu membingungkannya film ini, pihak distributor kebingungan mengenai bagaimana cara promosi bagi film ini dan akan mengatakan tentang apakah film ini sebelum akhirnya mereka menuliskan tagline "Woman in Trouble" yang merupakan kata-kata dari David Lynch saat ditanya tentang apakah film ini. Bahkan aktris yang menjadi pemeran utama di film ini, Laura Dern juga tidak tahu pasti apa yang coba dibuat oleh David Lynch meskipun Lynch mengatakan bahwa interpretasi yang pernah dikatakan oleh Laura Dern dalam sebuah interview adalah sebuah interpretasi yang paling mendekati makna sesungguhnya dari Inland Empire. Perjuangan untuk menonton Inland Empire sendiri terasa cukup berat bagi saya. Selain karena memang ceritanya sulit dimengerti, durasinya juga tergolong epic yaitu mendekati tiga jam! Tiga jam dalam dunia sureal seorang David Lynch memang bisa terasa menyenangkan tapi juga bisa terasa begitu melelahkan.

Menuliskan plot dari Inland Empire juga hampir sama sulitnya dengan memahami apa yang coba ditampilkan David Lynch didalamnya. Pada awalnya Inland Empire berjalan dengan struktur yang agak mirip dengan Mulholland Drive dimana film dibuka dengan adegan yang nantinya akan membuat kita merasa kebingungan apa hubungan adegan opening tersebut dengan keseluruhan film. Dalam Inland Empire selain ada adegan seorang pelacur yang bernama Lost Girl (Karolina Gruszka) yang bertemu dengan kliennya lalu kemudian menonton televisi dan air mata mengalir di wajahnya. Yang dia tonton adalah sebuah sitcom yang menampilkan manusia berkepala kelinci. FYI adegan kelinci ini diambil dari sitcom yang dibuat oleh David Lynch dan ditayangkan secara online berjudul Rabbits dimana Naomi Watts dan Laura Harring menjadi pengisi suaranya. Setelah itu barulah kita diajak masuk kedalam plot utamanya yang menceritakan seorang aktris bernama Nikki Grace (Laura Dern) yang baru saja mendapatkan sebuah peran di sebuah film berjudul On High in Blue Tommorows. Kita akan diajak mengikuti kisah yang "normal" mengenai pra-produksi film tersebut yang kemudian berlanjut ke masa syuting. Barulah kemudian Lynch menampilkan kegilaannya yang saya rasa di film ini sudah mencapai taraf tergila yang pernah ia lakukan dalam film-film yang sudah saya tonton.

1 komentar :

Comment Page:

RING (1998)

1 komentar
Jelas saya termasuk sangat terlambat baru sekarang menonton horor legendaris karya sutradara Hideo Nakata ini. Sebelumnya saya sudah menonton karyanya yang lain yakni Dark Water yang bagi saya bukanlah horor yang menyeramkan. Keterlambatan saya bukan hanya karena film ini sudah rilis 14 tahun yang lalu tapi juga karena pada sekarang ini Ring telah benar-benar mengakar tidak hanya dalam dunia film horor tapi juga dalam kehidupan sehari-hari. Sekarang siapa yang tidak kenal karakter Sadako? Saya yang baru saja menonton film ini saja sudah tahu siapa itu Sadako lengkap dengan tampilan fisiknya yang menyeramkan serta teror yang ia lakukan dimana Sadako digambarkan keluar dari dalam sumur tua sebelum dia merangkak keluar dari layar televisi dan meneror korbannya. Berkaitan dengan yang satu ini sudah begitu banyak parodi yang mereka ulang adegan tersebut menjadi adegan yang lucu. Tapi apakah dengan saya sudah mengetahui bagaimana rupa Sadako serta cara dia menghantui yang sudah berulang kali diplesetkan tersebut membuat Ring tidak lagi menyeramkan? Jawabannya sama sekali tidak.

Ring berkisah tentang sebuah video misterius yang konon katanya bisa membuat orang yang menonton video tersebut mati seminggu setelah menontonnya. Reiko Asakawa (Nanako Matsushima) seorang reporter yang tengah melakukan penyelidikan terhadap kabar misterius tersebut suati hari saat tengah menghadiri pemakaman keponakannya, Tomoko (Yuko Takeuchi) yang mati secara misterius mulai mengetahui bahwa seminggu sebelum kematiannya, Tomoko bersama teman-temannya baru saja menonton video misterius tersebut. Reiko akhirnya mengetahui bahwa teman-teman Tomoko yang ikut menonton video pada hari itu juga mati di hari yang sama dengan meninggalnya Tomoko. Setelah melakukan beberapa penyelidikan, akhirnya diketahui Tomoko dan teman-temannya menonton video tersebut saat mereka berlibur ke sebuah penginapan di Izu. Reiko yang menuju ke tempat tersebut berhasil menemukan video misterius yang dimaksud dan mulai menontonnya. Yang didapat justru berbagai gambar-gambar misterius sekaligus mengerikan yang tidak ia ketahui artinya. Apakah memang benar video tersebut memberi kutukan kepada yang menontonnya?

1 komentar :

Comment Page:

MADAGASCAR 3: EUROPE'S MOST WANTED (2012)

Tidak ada komentar
Pendapatan diatas $1 Milyar yang didapat Dreamworks dari dua film Madagascar tentunya membuat mereka tertarik untuk membuat film ketiganya. Apalagi franchise mereka yang paling menguntungkan yakni Shrek sudah berakhir, jadi kini hanya tinggal sekelompok hewan kebun binatang dan si panda jago kung fu yang bakal jadi andalan Dreamworks untuk mengumpulkan pundi-pundi uang. Memang ada How to Train Your Dragon, tapi saya rasa dibanding tiga franchise diatas film ini masih kalah dalam hal menghasilkan uang walaupun sampai saat ini masih merupakan film terbaik yang pernah diproduksi Dreamworks. Tapi saya sendiri bukanlah penggemar dua film Madagascar dan tidak mengikuti serial televisi yang mengangkat para penguinnya sebagai tokoh utama. Tapi toh dengan pendapatan yang mampu memuncaki Box Office selama dua minggu beruntun dan rating yang cukup baik dari para kritikus membuat saya tertarik menonton film yang naskahnya ditulis oleh Noah Baumbach ini. Disutradarai oleh tiga orang sekaligus yakni Eric Darnell, Tom McGrath dan Conrad Vernon, Madagascar 3: Europe's Most Wanted melanjutkan kisah film keduanya dimana Alex dan kawan-kawan masih berada di Afrika.

Kali ini Alex, Marty, Melman dan Gloria yang berada di Afrika memutuskan untuk kembali ke New York. Tapi untuk bisa kembali kesana mereka membutuhkan bantuan para penguin yang sedang berada di Monte Carlo. Jadi mereka memutuskan untuk "menjemput" para penguin tersebut. Tapi misi yang rencananya dilakukan diam-diam itu tentu saja berujung kekacauan dan kekonyolan. Kepanikan terjadi karena melihat hewn-hewan liar berada di tengah kota membuat seorang pemburu hewan liar bernama Captain Chantel DuBois turun tangan untuk memburu mereka, apalagi selama ini DuBois sudah sangat mengidam-idamkan kepala seekor singa untuk melengkapi hiasan di dinding kamarnya. Ditengah usaha melarikan diri dari DuBois sekaligus mencari jalan pulang, mereka bertemu dengan sebuah sirkus hewan. Dengan mengaku sebagai hewan sirkus, hewan-hewan konyol itupun melakukan perjalanan ke New York sambil terlibat dalam kehidupan sirkus tersebut.

Tidak ada komentar :

Comment Page:

HARA-KIRI: DEATH OF A SAMURAI (2011)

Tidak ada komentar
Takashi Miike dikenal dalam dua hal sebagai sutradara, yang pertama adalah sebagai sutradara yang hobi mengumbar adegan kekerasan dalam filmnya. Film-film macam Audition dan Ichi the Killer adalah termasuk yang dibuat oleh Miike dan kini masuk jajaran film wajib tonton bagi para penggila film gore. Selain itu, Miike juga terkenal sebagai sutradara yang sangat produktif. Total jika tidak menghitung film-film direct-to-dvd ataupun film televisinya, sudah ada tidak kurang 53 film yang dibuat Miike semenjak debutnya di layar lebar 17 tahun lalu. Itu berarti rata-rata sekitar tiga film per-tahun. Dalam tiga tahun terakhir saja, (2010-2012) Miike setidaknya punya tujuh film dimana untuk ukuran film Miike dalam tiga tahun itu sudah termasuk sedikit. Tapi hebatnya meski dalam setahun punya banyak proyek film, semuanya digarap dengan sungguh-sungguh. Meski tidak semua film Miike masuk kategori bagus, tapi setidaknya semua filmnya tergarap dengan baik dari segi teknis. Walaupun proyeknya borongan, tapi Miike memang terlihat selalu sungguh-sungguh dan total dalam semua filmnya.

Untuk Hara-Kiri: Death of a Samurai Miike melakukan remake terhadap sebuah film klasik berjudul Harakiri yang rilis tahun 1962 dan mendapat pengakuan dari segi kualitasnya. In bukan pertama kalinya Miike melakukan remake terhadap film samurai klasik setelah sebelumnya sukses dalam membuat ulang 13 Assassins. Saya sendiri belum menonton film aslinya sehingga tidak bisa membandingkannya dengan film karya Miike ini. Kisahnya dibuka dengan diperlihatkannya seorang Ronin (samurai tanpa tuan) yang sudah setengah baya bernama Hanshiro Tsugumo (Ichikawa Ebizo XI) meminta izin kepada Klan Li untuk melakukan harakiri di halaman rumah mereka. Pada zaman pasca perang seperti saat itu memang terdapat banyak Ronin karena kondisi tengah damai dan jasa samurai tidak terlalu dibutuhkan. Hal itu membuat banyak samurai yang luntang lantung dan hidup dalam kemiskinan sehingga memutuskan melakukan harakiri supaya bisa mati terhormat daripada mati kelaparan di jalan. Tapi sebelum mengabulkan permintaan Hanshiro, salah seorang bangsawan klan Li tersebut menceritakan bahwa beberapa hari sebelumnya juga ada seorang ronin muda bernama Chijiiwa Motome (Eita) yang berpura-pura ingin melakukan harakiri hanya untuk mendapat belas kasihan dan mengharapkan uang. Tapi ternyata ada fakta mengejutkan yang teradi disana.

Tidak ada komentar :

Comment Page:

GOON (2012)

3 komentar
Pada awalnya Goon adalah sebuah film yang saya lewatkan. Saat berkunjung ke rental DVD saya hanya memandangi covernya namun ragu-ragu untuk meminjam filmnya karena takut dikecewakan. Walaupun banyak yang menilai positif film garapan sutradara Michael Dowse ini, tapi saya tetap ragu karena dua faktor. Pertama adalah ini sebuah komedi yang katanya menjurus kearah slapstick. Saya tidak terlalu suka dengan slapstick. Komedi biasa saja saya sudah susah tertawa apalagi slapstick yang saya tidak terlalu sreg. Yang kedua, karena Goon adalah film tentang olahraga, yaitu hoki. Sampai sekarang sangat jarang saya dipuaskan oleh film bertemakan olahraga apalagi yang dicampur dengan komedi. Setelah mendapatkan filmnya pun makan waktu berapa lama bagi saya untuk menontonnya dikarenakan rasa ragu tersebut. Tapi diluar dugaan ternyata film yang dibintangi oleh dua bintang American Pie yaitu Seann William Scott dan Eugen Levy ini adalah sajian komedi-olahraga yang bagus. Untuk ceritanya, film ini diadaptasi dari sebuah buku berjudul "Goon: The True Story of an Unlikely Journey into Minor League Hockey" yang menyajikan perjalanan karir seorang atlit hoki bernama Doug Smith.

Dalam film ini tokoh Doug Smith diganti menjadi Doug Glatt (Seann William Scott) yang bekerja sebagai seorang penjaga keamanan di sebuah bar. Doug memang punya kelebihan fisik yang luar biasa, tapi kemampuan otaknya berbanding terbalik. Dia bukanlah orang yang cerdas dan itu membuat kedua orang tuanya merasa kecewa karena mereka ingin kedua anaknya menjadi dokter. Doug yang merasa hidupnya tidak spesial dan tanpa kelebihan apapun suatu hari terlibat perkelahian dengan seorang atlit hoki lokal dalam sebuah pertandingan. Tanpa disangka kejadian itu justru membuat Doug dikontrak oleh sebuah klub hoki lokal. Tidak butuh waktu lama bagi Doug untuk menjadi bintang berkat kekuatannya yang selalu bisa menjatuhkan semua lawannya dan dikenal dengan sebutan The Thug. Karirnya lalu menanjak dengan cepat dimana Doug kemudian dikontrak  oleh sebuah timhoki yang berada di sebuah liga minor bernama "The Halifax Highlander". Disanalah Doug mulai berjuang tidak hanya untuk timnya tapi juga untuk dirinya sendiri dan kehidupan cintanya.

3 komentar :

Comment Page:

BLOOD SIMPLE (1984)

Tidak ada komentar
Inilah film yang menjadi debut dari Coen Brothers, dimana dalam Blood Simple Joel Coen menjadi sutradara sedangkan adiknya Ethan menjadi produser. Keduanya juga bersama-sama menulis naskahnya yang tentu saja berarti berbagai elemen yang sudah biasa kita temui dalam naskah yang ditulis Coen Brothers juga akan ada di film ini. Film ini juga adalah proyek pertama bagi seorang Barry Sonnenfeld sebelum ia angkat nama sebagai sutradara dalam film-film macam Get Shorty, The Addams Family, hingga trilogi Man in Black dimana disini ia menjadi sinematografer. Kata "Blood Simple" sendiri diambil dari sebuah novel berjudul Red Harvest karya Dashiell Hammett yang bisa diartikan sebagai "pola pikir seseorang yang diepnuhi rasa takut setelah berada cukup lama dalam situasi yang melibatkan kekerasan". Kisah awalnya sebenarnya sederhana saja, yakni tentang kecurigaan seorang suami akan perselingkuhan yang dilakukan oleh sang istri, namun tentu saja karena ditulis oleh Coen Brothers kisah sederhana tersebut bisa berkembang menjadi sebuah konflik panjang yang jauh lebih rumit.

Pada awalnya, Julian Marty (Dan Hedaya) yang seorang pemilik bar di Texas memang sudah mencurigai bahwa sang istri, Abby (Frances McDormand) berselingkuh dengan bartendernya yang bernma Ray (John Getz). Untuk membuktikan hal tersebut Marty menyewa seorang detektif, Loren Visser (M. Emmet Walsh) untuk mengikuti keduanya. Benar saja, Visser berhasil mendapatkan foto disaat Abby dan Ray menginap di sebuah motel. Tentu saja hal ini membuat Marty geram luar biasa, apalagi Ray terlihat tidak merasa bersalah dan malahan meminta Marty untuk membayarkan sisa gajinya dan meminta keluar dari pekerjaannya. Kemarahan dan kebencian akan Ray dan Abby pada akhirnya mendorong Marty untuk melakukan sebuah hal yang cukup ekstrim yang nantinya akan berujung pada konflik yang jauh lebih rumit yang beradasar atas kesalah pahaman yang juga akan melibatkan Ray, Abby dan Visser. Tentu saja saya tidak akan menyebutkan apa yang dilakukan Marty dan konflik rumit macam apa yang menimpa mereka, karena ini adalah film dari Coen yang penuh akan kompleksitas dan kejutan sehingga makin sedikit yang anda tahu makin asyik saat menontonnya.

Tidak ada komentar :

Comment Page:

RESERVOIR DOGS (1992)

Tidak ada komentar
Inilah film debut dari seorang Quentin Tarantino yang dibuat 20 tahun lalu dan menjadi salah satu film indie yang masuk jajaran classic cult. Disinilah Tarantino untuk pertama kalinya memperlihatkan berbagai macam gaya yang nantinya akan jadi sebuah trade mark dalam film-filmnya seperti plot non-linier, dialog-dialog tempelan ang dipergunakan sebagai selipan humor, musik jadul, adegan kekerasan dengan cipratan darah, dan tentunya trunk shot juga ada. Para pemain yang dipakai Tarantino disini juga bukan golongan aktor kelas A dan mungkin hanya Harvey Keitel saja yang waktu itu sudah cukup dikenal luas karena banyak bermain di film-filmnya Scorsese dan Ridley Scott. Nantinya juga para aktor tersebut akan kembali bermain di film-film Tarantino berikutny. Mungkin hanya kurang Samuel L. Jackson dan Uma Thurman saja untuk menjadikan film ini sebagai all star-nya Tarantino. 

Film dibuka dengan adegan delapan orang pria sedang sarapan sambil membicarakan lagu Like A Virgin milik Madonna. Enam dari delapan orang tersebut tidak diketahui namanya dan hanya memakai nama samaran, yaitu Mr. White (Harvey Keitel), Mr. Orange (Tim Roth), Mr. Blonde (Michael Madsen), Mr. Pink (Steve Buscemi), Mr. Blue (Eddie Bunker) dan Mr. Brown (Quentin Tarantino). Sedangkan dua orang lainnya adalah Joe Cabot (Lawrence Tierney) dan puteranya, "Nice Guy" Eddie (Chris Penn). Kemudian diketahu bahwa mereka berenam berniat merampok sebuah toko berlian atas susruhan dari Joe Cabot. Setelah diselingi sebuah adegan slow motion keren sebagai perkenalan terhadap satu persatu karakternya, kita akan mulai diajak menyaksikan alur non-linier ala Tarantino. Tanpa diperlihatkan adegan perampokannya kita langsung dibawa melihat Mr. White dan Mr. Orange yang terluka parah karena tertembak menuju sebuah gudang yang dijadikan tempat berkumpul bagi mereka setelah perampokan usai. Dari situ kita bisa tahu bahwa perampokan tidak berjalan sesuai rencana karena polisi yang sudah lebih dulu menyergap mereka. Kemudian datanglah Mr. Pink yang meyakini bahwa ada salah satu diantara mereka yang berkhianat dan membocorkan perampokan tersebut pada polisi. Setelah itu suasana makin tidak karuan lagi dengan munculnya rasa saling curiga dan kecemasan diantara mereka.

Tidak ada komentar :

Comment Page:

CORIOLANUS (2011)

3 komentar
Debut penyutradaraan Ralph Fiennes ini mengadaptasi dari drama panggun yang ditulis antara tahun 1605-1608 oleh Shakespeare. Ini adalah pertama kalinya kisah Coriolanus diadaptasi menjadi sebuah film. Tragedi yang ditulis Shakespeare berdasarkan kisah hidup Jendral Roma bernama Gaius Marcius Coriolanus. Dibandingkan tragedi lainnya macam Romeo and Juliet, Hamlet sampai Othello, kisah Coriolanus ini memang tidak terlalu terkenal. Selain menjadi sutradara, Fiennes juga memerankan Coriolanus, sedangkan untuk pemian pendukungnya juga diisi oleh pemian yang menjanjikan semisal Gerard Butler, Vanessa Redgrave, Brian Cox, hingga aktris muda yang namany sedang berada di puncak setelah tampil di banyak film berkualitas di 2011dan mendapat nominasi Oscar, Jessica Chastain. Jadi bagaimanakah tragedi sang jendral yang belum banyak diketahui orang ini?

Coriolanus (Ralph Fiennes) adalah seorang jendral Roma yang sangat mencintai negerinya dan rela mati demi negerinya yang tercinta itu. Tapi meski sangat berbakti pada negara, Coriolanus punya sikap yang tidak disukai oleh rakyat Roma. Dia adalah orang yang selalu yakin akan cara pandang yang ia miliki dan tidak mempedulikan pendapat orang. Coriolanus juga adalah orang yang bisa dibilang ceplas ceplos dan selalu mengutarakan apa yang ada di pikirannya tanpa peduli kondisi dan situasi. Tidak hanya itu, dia juga adalah pendendam dan bukannya mencoba membuat rakyat Roma yang membencinya berbalik mendukungnya, ia malah terang-terangan memperlihatkan sikap membenci mereka semua. Suatu saat setelah ia pulang dari peperangan menghadapi pemberontak dari Volscian yang dipimpin oleh musuh bebuyutannya, Aufidius (Gerard Butler) Coriolanus yang dianggap sebagai pahlawan perang yang berjasa mencalonkan diri menjadi konsulat Roma. Tapi akibat sikapnya yang tidak simpatik itulah rakyat kurang mendukungnya. Bahkan beberapa lawan politiknya memanfaatkan hal ini untuk memanasi rakyat supaya mengusir Coriolanus dari Roma.

3 komentar :

Comment Page:

MARTYRS (2008)

8 komentar
Sebuah torture porn itu jelas bukan film yang universal, dalam artian tidak mungkin semua orang akan menyukai film tersebut layaknya film-film horor "biasa". Ukuran sebuah film horor bisa dikatakan bagus ya apabila film itu bisa menakuti penontonnya dan meski tingkat kesulitan untuk dibuat takut tiap-tiap orang itu berbeda, tetap saja jika sebuah film horor memang mampu memberikan kengerian yang luar biasa maka mayoritas penonton akan mengatakan film tersebut bagus. Film macam The Exorcist misalnya, hampir semua orang akan setuju itu adalah sebuah film horor yang bagus. Kenapa bisa demikian? Karena tidak peduli masalah selera penontonnya, film horor semacam itu hanya akan menimbulkan impact takut atau tidak takut bagi penontonnya. Lain halnya dengan film horor yang mengusung torture porn sebagai jualannya. Film macam itu menampilkan adegan penyiksaan sadis dan penuh darah untuk menakuti penontonnya. Disinilah selera para penonton mulai bermain. Para pecinta adegan penyiksaan pasti akan jatuh cinta dengan torture porn yang sadis dan penuh adegan penyiksaan. Tapi bagi yang tidak, mungkin tetap akan merasa seram tapi lebih kearah seram yang muak dan benci akan filmnya. Sehingga bukan kepuasan yang dihasilkan karena berhasil dibuat seram tapi kebencian terhadap film yang dianggap memuakkan tersebut. Jadi jangan heran jika sebuah torture porn dari Prancis berjudul Martyrs ini mendapat tanggapan yang amat beragam dan bertolak belakang satu sama lain.

Kisahnya dibuka dengan adegan seorang gadis cilik yang tubuhnya terlihat penuh luka berlari seolah kabur dari sesuatu. Adegan lalu berpindah ke sebuah panti asuhan dimana kita akan tahu bahwa gadis tersebut bernama Lucie (Jessie Pham) dan dia memang baru saja kabur dari tempat ia diculik dan disiksa oleh orang tak dikenal. Disana Lucie bersahabat dengan Anna (Erika Scott). Kejadian itu ternyata berdampak pada pribadi Lucie yang menjadi paranoid bahkan seringkali ia merasa diteror oleh sesosok makhluk menyeramkan seperti monster. Lalu ceritanya melompat menjadi 15 tahun kemudian dan menyoroti sebuah keluarga yang terlihat normal-normal saja dan bahagia. Lalu tiba-tiba kita akan dikejutkan dengan kemunculan wanita misterius yang menembaki keempat anggota keluarga tersebut dengan sebuah shotgun secara brutal. Wanita misterius tersebut ternyata adalah Lucie (Mylène Jampanoï. Ternyata Lucie yakin bahwa orang yang baru saja ia bunuh adalah orang yang dulu menyiksanya. Anna (Morjana Alaoui) yang khawatir Luice salah membunuh orang menyusul kerumah tersebut. Tapi ternyata kisahnya tidak semata-mata hanya mengenai balas dendam Lucie dan teror-teror yang ia alami. Secara pasti Martyrs bergerak kearah yang benar-benar mengejutkan.
Film ini bergerak dengan cepat. Tidak butuh waktu lama bagi film ini menyajikan ketegangan karena sejak menit-menit awal kita sudah akan disuguhi oleh adegan-adegan yang menegangkan sekaligus mengejutkan. Bicara soal menegangkan, Martyrs memang dengan sangat baik mampu memberikan adegan dengan tensi yang cukup untuk membuat penontonnya terpaku pada layar dan menahan nafas untuk menanti adegan demi adegan yang akan terjadi. Tentu saja karena pada dasarnya Martyrs adalah sebuah torture porn, kengerian yang ada dibangun dengan adegan-adegan sadis. Bukan sadis biasa yang asal memuncratkan darah atau potongan tubuh, tapi sadis yang benar-benar membuat penontonnya ngilu. Bahkan hanya dengan visual yang ditampilkan film ini juga bisa membuat saya merasa ngilu dan merinding dibuatnya. Tapi tidak lupa juga film ini melakukan pendekatan lewat suasananya yang dibangun cukup menyeramkan baik itu lewat gambar maupun scoring. Sedangkan berbicara soal kejutan, Martyrs memang adalah sebuah film dengan twist yang berlapis. Setiap beberapa degan selalu diakhiri dengan kejutan yang menyambungkan ke adegan berikutnya. Ya, ini adalah film yang akan membuat penontonnya berkata "what the f*ck" menyikapi kejutan dan kesadisan yang ditampilkan.
Tapi film ini baru akan memperlihatkan wajah sebenarnya pada 40 menit terakhir (durasi filmnya sekitar 85 menit) dimana kita baru akan disuguhi arah sebenarnya dari film ini. Jujur meskipun seram dan penuh kejutan, selama 45 menit pertama saya masih belum bisa merapa jelas sebenarnya akan kearah mana film ini berjalan. Tebakan-tebakan saya mengenai ending-nya diluar dugaan sudah terjawab pada pertengahan film. Pada 40 menit terakhirnya itu jugalah kelebihan dan kekurangan Martyrs muncul bersamaan. Disatu sisi kita akan dibuat cukup terkejut dengan kandungan sesungguhnya dari film ini yang menyoroti tentang sebuah perenungan mengenai eksistensi dan rasa ingin tahu manusia tentang dunia yang diluar jangkauan mereka. Tapi disisi lain, film ini juga akan berganti haluan menjadi sebuah torture porn total yang sayangnya dieksekusi dengan kurang menarik. Sebuah torture porn yang baik tidak hanya menghadirkan kesadisan tapi juga bagaimana penyiksaan tersebut dilakukan . Saw dengan berbagai macam jebakan kreatifnya tidak pernah membosankan dalam menyiksa, sedangkan Martyrs seringkali hanya melakukan pengulangan pada adegan penyiksaannya.

Tapi Martyrs tidak hanya asal menyiksa tokoh-tokohnya. Film ini punya aspek yang seringkali dilupakan film-film torture porn yaitu bagaimana membuat penonton terikat dengan karakternya. Seringkali film macam ini terlalu asyik mengumbar kesadisan yang mana hal itulah yang seringkali membuat orang mengatakan film torture porn sama sekali tidak berkelas dan berkualitas. Tapi dalam Martyrs kita tidak hanya dibuat ngilu oleh adegan sadisnya tapi juga dibuat sesak dan bersimpati pada tokohnya. Meski adegan penyiksaan di 40 menit terakhir itu tidak terlalu kreatif tapi siapa yang tidak merasa kasihan dengan obyek penyiksaan tersebut? Apalagi saat ada adegan "penyiksaan babak terakhir" yang bagi saya terasa mengenaskan sekali melihat nasib sang karakter. Pada akhirnya Martyrs memang menuai pro dan kontra mengenai kualitasnya. Bahkan penggemar torture porn mungkin ada yang kurang menyukainya karena adegan penyiksaan yang urang menarik selama 40 menit terakhir. Saya akui itu tapi saya cukup menikmatinya, karena sekali lagi Martyrs tidak hanya berisi adegan seram yang membuat merinding dan ngilu tapi juga punya isi didalamnya. Sayangnya kedalaman cerita dan perenungan film ini cukup tenggelam oleh kesadisan yang jadi senjata utama. Tapi overall ini adalah sebuah sajian yang menegangkan, menyeramkan, banyak menyimpan kejutan serta rasa sakit dan menyimpan kepedihan dan sisi tragis tersendiri.

8 komentar :

Comment Page:

THE DEVIL INSIDE (2012)

Tidak ada komentar
Film horor yang dikemas sebagai found footage memang menarik untuk dinantikan meski tidak semuanya berhasil menjadi film yang bagus dan menyeramkan. Jika film itu berhasil maka hasilnya tidak tanggung-tanggung seramnya seperti [REC] yang sampai sekarang masih menjadi horor found footage terseram versi saya. [REC] bisa menjadi film yang bagus karena mampu menggabungkan elemen kejut dan pembangunan suasana yang seram dimana sangat jarang film horor yang mampu memaksimalkan kedua elemen tersebut sekaligus. Penggunaan teknik mocukumentary dalam [REC] juga bagus dan efektif. Tapi jika sebuah found footage gagal maka hasilnya akan sangat membosankan. Saya sendiri adalah satu dari sedikit orang yang menganggap seri pertama Paranormal Activity itu jelek dan membosankan. Bagi saya justru seri ketiganya lebih menyeramkan walau tetap terasa membosankan di beberapa bagian. Karena itu saya tetap menonton The Devil Inside walaupun para kritikus menganggapnya film yang amat buruk dengan endingyang juga dianggap sebagai salah satu yang paling buruk sepanjang sejarah perfilman. Saya tetap menontonnya,toh Paranormal Activity yang banjir puja puji saya tidak suka, jadi bisa saja sebaliknya The Devil Inside yang banjir celaan akan saya sukai.

Kisahnya dibuka dengan pemaparan sebuah kasus pembunuhan terhadap tiga orang yang dilakukan oleh wanita bernama Maria Rossi (Suzan Crowley). Tapi pada akhirnya pengadilan memutuskan Maria tidak bersalah dikarenakan menderita gangguan jiwa dan harus dirawat di Rumah Sakit Jiwa di Roma. Tapi ada kabar berhembus bahwa saat kasus terjadi dirumah Maria sedang dilakukan pengusiran setan atau exorcism dengan Maria selaku pasien. Dua puluh tahun kemudian, Isabella Rossi (Fernanda Andrade) yang merupakan puteri dari Maria melakukan penyelidikan terhadap kasus ibunya demi mengetahui fakta sebenarnya apakah benar saat itu sedang terjadi ritual pengusiran setan dan apakah benar sang ibu kerasukan setan dan membuatnya melakukan pembunuhan tersebut. Untuk itulah Isabella memutuskan membuat sebuah film dokumenter untuk melakukan investigasi kasus dengan dibantu Michael (Ionut Grama) sebagai kameramen. Mereka berdua lalu menuju ke Roma untuk meyelidiki lebih lanjut dan untuk bertemu langsung dengan Maria. Dibantu oleh dua pendeta muda yaitu Ben (Simon Quarterman) dan David (Evan Helmuth) yang selama ini melakukan exorcism secara diam-diam tanpa sepengetahuan Gereja, Isabella mencoba mengungkap kebenaran dibalik kasus yang menimpa ibunya. Namun ternyata investigasi tersebut berubah menjadi pengalaman yang amat mengerikan bagi mereka semua.

Jika anda menonton film ini dengan kritis, maka akhirnya The Devil Inside tidaklah lebih dari sebuah horor bertema exorcism yang tidak spesial bahkan cenderung mengecewakan. Dari kisahnya jelas tidak ada hal yang baru disini. Formula yang ditawarkan untuk mengemas ceritanya masih merupakan formula standar yang sudah berulang kali digunakan dalam film setipe. Masih menampilkan ritual pengusiran setan seperti yang sudah biasa kita lihat, masih juga menampilkan korban kesurupan yang kembali ditampilkan sebagai sosok seorang wanita yang bisa melakukan gerakan gerakan ekstrim seperti melipat-lipat anggota tubuh, dant tentunya adegan tubuh melayang, suara yang berubah seram dan masih banyak lagi. Film ini juga cukup bermasalah dengan yang namanya fokus cerita. Diawal kita melihat bahwa film ini mencoba menjadi film yang jauh lebih intelek dengan membenturkan beda pendapat antara agama dan ilmu pengetahuan. Narasumber dari kedua belah pihak juga tidak lupa dihadirkan. Saya akui itu cukup menarik dalam pembangunan awal kisahnya, tapi ketika masuk ke inti cerita hal tersebut ditinggalkan begitu saja. Kemudian di akhir film juga saat fokus berpindah kepada nasib empat tokoh utamanya, kisah tentang Maria Rossi menguap begitu saja.
Tapi jika anda mampu menutup mata akan segala kekurangan tersebut dan menikmati saja berbagai teror yang disuguhkan sutradara William Brent Bell, maka anda tidak akan dikecewakan oleh film ini. Meskipun tidak menampilkan hal baru dan banyak kekurangan dalam naskahnya, sebenarnya sang sutradara mampu mengemas momen-momen horor dalam film ini dengan cukup baik. Beberapa surpirse moment sukses mengejutkan dan tampil cukup menyeramkan. Pembangunan suasana yang seram juga termasuk tidak buruk. Momen saat setan merasuki korbannya meski sekali lagi tidak ada hal baru tetap saja cukup seram. Kelebihan The Devil Inside juga terletak pada pembangunan teror yang tidak hanya datang dari momen pengusiran setannya saja tapi juga pada bagaimana keempat tokoh utamanya masing-masing menemui konflik dan kecemasan sendiri setelah mengalami proses pengusiran setan yang menyeramkan pada Maria Rossi. Tagline "no soul is safe" memang pantas disematkan pada film ini. Saya cukup suka sebenarnya dengan konflik yang terjadi pada diri mereka meski pada akhirnya fokus pada kasus Maria dilupakan dan konflik yang terjadi sebenarnya agak dipaksakan khususnya yang terjadi pada Isabella dan Michael. Untuk akting para pemainnya, Suzan Crowley jelas yang terbaik. Momen saat dia kerasukan begitu mengerikan dengan ekspresi dan gestur yang terlihat seram. Momen saat tidak kesurupan juga dia terlihat bagus sebagai orang dengan gangguan jiwa. Justru Fernanda Andrade sang bintang utama yang mengecewakan. Pada akhirnya karakter Isabella sangat jauh dari kesan simpatik dan justru lebih kearah menyebalkan bagi saya.

Untuk ending filmnya sendiri memang saya rasa terlalu terburu-buru seolah penulis naskahnya kebingungan bagaimana harus mengakhiri film ini. Tapi saya sendiri tidak beranggapan itu adalah sebuah ending yang paling buruk yang pernah saya lihat. Memang cara film ini mengakhiri kisahnya adalah sebuah cara yang buruk tapi saya pernah melihat yang jauh lebih buruk seperti The Happening misalnya yang juga terlihat kebingungan mengakhiri kisahnya. Tapi yang memang memperburuk ending film ini adalah sebuah tulisan/pesan yang muncul setelah adegan terakhir. Menurut sang sutradara itu adalah ide dari pihak Paramount untuk membuat akhir cerita yang unik, lain daripada yang lain. Tapi jujur saja daripada unik yang ada justru memperburuk dan terasa bodoh. Bagi saya adegan akhirnya bukan ending terburuk, tapi pesan yang muncul adalah sebuah baris kalimat terburuk yang pernah menutup sebuah film. Tapi secara keseluruhan The Devil Inside adalah sebuah horor yang cukup enak dinikmati dan cukup berhasil menghadirkan keseraman dengan catatan anda mau mengabaikan beberapa kekurangan di atas.

Tidak ada komentar :

Comment Page:

BEING JOHN MALKOVICH (1999)

3 komentar
Charlie Kaufman adalah penulis naskah yang jenius. Saya rasa semua orang yang sudah menonton film-film yang naskahnya ia tulis akan menyetujui hal tersebut. Cerita yang ditampilkan Kaufman selalu punya alur yang unik dengan memasukkan unsur fantasi maupun sci-fi kedalamnya. Selalu ada yang nyeleneh dalam jalinan kisah yang ditulis oleh Charlie Kaufman. Tapi yang paling utama adalah dari kisah-kisah yang ditulis semuanya merupakan kisah yang original. Kita tidak akan menemui keunikan-keunikan tersebut dalam kisah lainnya. Bahkan film seperti Adaptation yang merupakan adaptasi dari novel non-fiksi berjudul The Orchid Thief sekalipun punya keunikan imajinasi yang gila-gilaan. Saya sendiri sebelum ini baru menonton dua film yang naskahnya ditulis oleh Kaufman, yaitu Adaptation dan Eternal Sunshine of the Spotless Mind. Film yang disebut kedua bagi saya adalah salah satu kisah cinta paling romantis yang pernah ditampilkan dalam film. Semua itu berawal dari karya perdana Kaufman yang disutradarai oleh Spike Jonze yang rilis tahun 1999 dengan judul yang sebenarnya sudah memperlihatkan kalau ini akan jadi film yang "aneh", yaitu Being John Malkovich.

Craig Schwartz (John Cusack) adalah seorang puppeteer yang tidak terlalu sukses meski sangat berbakat. Dia tinggal bersama sang istri, Lotte (Cameron Diaz) yang begitu mencintai (atau mungkin terobsesi) hewan sehingga dirumah mereka terdapat banyak hewan peliharaan mulai dari burung beo hingga simpanse. Keduanya hingga sekarang juga belum memiliki anak dengan alasan dari Craig bahwa keuangan mereka belum siap untuk mempunyai anak. Terus gagal dalam pekerjaannya sebagai puppeteer Craig akhirnya mencari pekerjaan lain dan berhasil mendapatkan pekerjaan sebagai juru arsip di sebuah perusahaan bernama "Lester Corp" milik Dr. Lester (Orson Bean). Tidak ada yang aneh dengan pekerjaan tersebut, yang aneh justru lokasi dari "Lester Corp" yang terletak di lantai 7½ sebuah gedung di New York dengan langit-langit yang sangat rendah karena terletak diantara lantai 7 dan lantai 8. Disanalah Craig berkenalan dengan Maxine (Catherine Keener) yang juga bekerja di lantai tersebut. Sedari awal pertemuan mereka Craig sudah menyukai Maxine walaupun ia sudah beristri dan terus mencoba mendekati Maxine. Sampa suatu hari dibalk lemari tempat kerjanya Craig menemukan sebuah pintu kecil yang setelah ia masuki ternyata bisa membuatnya masuk kedalam kepala/pikiran John Malkovich meski hanya 15 menit.

Dibalik konsepnya yang gila dan amat kreatif, Being John Malkovich punya beberapa hal yang bisa diambil. Saya melihat ada dua hal pokok mengenai manusia yang bisa diambil dari film ini. Dua hal yang saling berkaitan dan pada akhirnya bisa berpotensi berujung pada hal yang sama. Kedua hal tersebut adalah "obsesi" dan "rasa tidak percaya diri". Obsesi dalam film ini nampak jelas dari karakter-karakter yang ada didalamnya. Sosok Craig sedari awal sudah bisa kita lihat adalah orang yang terobsesi pada dunia puppeteer. Dia tidak mau mencari pekerjaan lain selain menjadi pemain boneka. Perasaan yang ia rasakan diluapkan oleh Craig kedalam curhatan dalam bentuk pementasa boneka. Craig juga begitu terobsesi dengan Maxine. Ya, terlihat bahwa apa yang dirasakan Craig bukanlah cinta yang sehat melainkan lebih cenderung kearah obsesi. Meski sudah mengetahui bahwa Maxine tidak tertarik padanya dan berbuat tidak adil padanya namun Craig masih terus bersedia melakukan apapun termasuk mengurung istrinya didalam kurungan simpanse untuk bisa bercinta dengan Maxine. Lotte sang istri juga tidak jauh berbeda dalam hal obsesi. Seperti halnya sang suami, Lotte juga terobsesi dengan hobinya, yaitu hewan. Lotte juga pada akhirnya terobsesi dengan sosok John Malkovich.
Hal yang kedua setelah obsesi adalah rasa tidak percaya diri yang juga menghiasi karakteriasi tokoh-tokohnya. Craig tidak lepas dari rasa kurang percaya diri tersebut. Dia beranggapan bahwa untuk bisa mendapatkan kehidupan yang baik entah itu untuk asmara ataupun karir ia harus menjadi seorang John Malkovich. Sebuah dialog yang diucapkan oleh seorang klien yang ingin menjadi John Malkovich dengan mengatakan kekurangan-kekurangan fisik yang ia miliki dan ingin menjadi orang lain jelas menunjukkan hal itu. Lalu apa kaitan antara obsesi dan rasa tidak percaya diri? Jawabannya adalah, kedua hal tersebut jika sudah sampai pada taraf yang tinggi akan berpotensi membuat seseorang tidak ingin menjadi dirinya sendiri dan ingin menjadi orang lain. Lotte yang terobsesi pada John Malkovich sampai ingin total menjadi Malkovich. Begitu pula dengan Craig yang terobsesi pada Maxine namun tidak percaya akan kemampuan dirinya sendiri akhirnya memilih menjadi John Malkovich yang ia yakini lebih baik daripada dirinya sendiri. Singkatnya, Being John Malkovich adalah mengenai obsesi berlebihan dan ketidakpuasan pada diri sendiri yang pada akhirnya berujung pada keinginan untuk menjadi sosok lain dan bukan diri kita sendiri.

Diluar kisah yang tersirat didalamnya, Being John Malkovich jelas sangat menarik diikuti dengan konsep yang unik dan aneh tersebut. Penuh dengan kejutan dari awal hingga akhir dan dibalut dengan beberapa humor cerdas yang cukup mampu memancing tawa membuat film ini tidak pernah mempunyai sedikitpun momen membosankan didalamnya. Menjelang akhir mungkin kisahnya akan sedikit rumit dengan berbagai teori mengenai perpindahan jiwa dan tubuh, tapi tenang saja hal itu tidaklah terlalu rumit dan masih bisa dipahami sembari menikmati filmnya. Jikapun belum terlalu paham, berpikir beberapa menit setelah film usai saya rasa juga sudah cukup untuk bisa memahami jalinan kisahnya. Meski begitu saya tetap merasakan ada beberapa kejanggalan didalamnya semisal mengapa John Malkovich yang dipilih lalu tentang konsep "terjebak dalam tubuh lain" terasa kurang mendapat penjabaran yang memuaskan. Tapi toh hal-hal tersebut tidak mampu mengurangi kenikmatan menonton film ini bagi saya.

Secara keseluruhan saya masih lebih suka dua karya Kaufman setelahnya yaitu Adaptation dan Eternal Sunshine of the Spotless Mind, tapi Being John Malkovich jelas sebuah salah satu film dengan jalinan cerita paling unik dan orisinil yang dimiliki Hollywood. Apalagi film ini juga diisi oleh para pemain yang tidak hanya bermain bagus namun juga unik seperti John Malkovich yang tampil luar biasa sebagai dirinya sendiri atau Cameron Diaz yang tampil dengan make up yang membuat saya pangling karena kecantikan dan keseksiannya hampir tidak tersisa sedikitpun. Begitu juga dengan Catherine Keener yang begitu baik menjadi Maxine yang licik dan menggoda. Tiga nominasi Oscar pun didapat film ini yaitu Best Director, Best Supporting Actress untuk Catherine Keener dan tentunya Best Original Screenplay bagi Charlie Kaufman. Sebuah film yang aneh namun tetap enak dan mudah diikuti.

3 komentar :

Comment Page:

METROPOLIS (1927)

4 komentar
Jika The Artist tidak dikategorikan sebagai 100% film bisu maka Metropolis garapan sutradara Fritz Lang ini adalah film bisu pertama yang saya tonton dari awal hingga akhir. Dulu saya sempat menonton Nosferatu tapi tidak secara utuh. Jika Nosferatu bisa ditemukan dengan mudah di YouTube, tidak begitu dengan Metropolis yang meski sudah mengalami restorasi pada 2008 lalu tetap tidak akan bisa kita lihat lagi versi aslinya secara lengkap. Versi asli film ini mempunyai durasi hingga 153 menit, sedangkan yang saya tonton adalah versi yang "hanya" 117 menit. Sedangkan jika anda mencari di YouTube hanya akan ada yang berdurasi 60an menit kalau saya tidak salah. Saat ini Metropolis tidak hanya menjadi film langka namun juga dianggap merupakan salah satu film bisu terbaik yang pernah ada. Bahkan tidak hanya diantara film-film bisu saja Metropolis dianggap sebagai salah satu yang terbaik. Konsep tentang masa depan yang begitu "berani" (untuk sebuah film yang dibuat 85 tahun yang lalu) itulah yang membuat Metropolis disebut sebagai salah satu yang terbaik.

Kisahnya ber-setting di masa dystopia dimana pada saat itu jarak antara si kaya dan si miskin sudah sangat jauh. Disaat Joh Fredersen (Alfred Abel) yang merupakan pemilik kota Metropolis tinggal disebuah gedung super tinggi yang penuh dengan kemewahan dan taman yang amat indah, para buruh yang dari pagi hingga malam bekerja keras baginya tinggal jauh dibawah tanah dalam kondisi yang sangat sederhana. Disaat yang dipikirkan Fredersen hanyalah keuntungan pribadinya, sang anak, Freder (Gustav Frohlich) menyaksikan pemandangan mengerikan di pabrik milik sang ayah dimana para buruh bisa saja terbunuh tiap saat. Hal itulah yang membuat Freder tergerak dan akhirnya ikut membaur bersama para buruh. Disanalah ia bertemu dengan Maria (Brigitte Helm) yang menjadi penggerak para buruh dalam menghadapi rezim Fredersen tapi tanpa harus menggunakan kekerasan. Tidak butuh waktu lama bagi Freder untuk jatuh cinta pada Maria begitu juga sebaliknya. Tapi disisi lain sang ayah bersama seorang ilmuwan gila bernama Rotwang (Rudolf Klein-Rogge) punya rencana lain untuk membuat sebuah robot tiruan yang amat identik dengan Maria dengan segala kemampuan seperti manusia umumnya.

4 komentar :

Comment Page:

MIRROR MIRROR (2012)

2 komentar
Pada review film Snow White and the Huntsman saya sempat menuliskan bahwa saya memilih menonton film yang dibintangi Kristen Stewart tersebut di bioskop dan melewatkan adaptasi yang dibintangi Lily Collins ini. Alasan saya tidak menontonnya sih yang pertama adalah karena saat Mirror Mirror tayang di Jogja saat itu kebetulan saya sedang mengalami kesulitan uang. Kemudian ditambah dengan review yang tidak terlalu bagus dan mengatakan bahwa kisahnya lebih condong kearah komedi keluarga yang ringan dan tidak ada perubahan signifikan dari kisah aslinya. Maka saya lebih memilih melewatkan film garapan Tarsem Singh ini dengan maksud akan menontonnya di DVD dan menonton versi Rupert Sanders di layar lebar. Tapi pada akhirnya Snow White and the Huntsman yang lebih gelap dan lebih menonjolkan sisi aksinya justru mengecewakan saya karena meski mampu menonjolkan visual dengan cukup baik dan diwarnai performa bagus dari Charlize Theron film tersebut punya kekurangan yang sangat terasa dalam naskahnya. Justru Mirror Mirror yang punya kisah jauh lebih ringan dan menonjolkan komedinya ini masih lebih menghibur.

Anggapan bahwa Mirror Mirror tidak menawarkan hal yang baru dalam adaptasinya terhadap dongeng Puteri Salju tidaklah sepenuhnya tepat karena ternyata terdapat beberapa perubahan baik yang cukup signifikan sampai perubahan-perubahan kecil yang terdapat pada detilnya. Kisah utamanya masih tidak jauh beda, yaitu tentang seorang ratu jahat (Julia Roberts) yang mengambil alih tampuk kekuasaan sebuah kerajaan setelah membuat sang raja "menghilang" dan mengurung puteri raja yang bernama Snow White dan melarangnya keluar dari kamar. Hingga 10 tahun berselang Snow White (Lily Collins) kini telah berusia 18 tahun dan masih tetap dikurung oleh sang ratu. Sampai suatu hari Snow White nekat kabur untuk melihat kondisi kota dan rakyatnya yang ternyata dalam kondisi amat memprihatinkan dibawah kekuasaan sang ratu yang kejam. Pada saat dia kabur dari istana itulah Snow White bertemu dengan Pangeran Alcott (Armie Hammer) dari Valencia. Pertemuan pertama tersebut ternyata sudah cukup untuk membuat keduanya saling jatuh cinta. Disisi lain justru sang ratu berniat untuk menikahi Pangeran Alcott. Untuk itulah ia harus menyingkirkan Snow White dan satu-satunya cara adalah dengan membunuh sang Puteri Salju. Tapi seperti yang sudah kita tahu usaha tersebut tidak berjalan lancar karena Snow White masih bertahan hidup di hutan dan akhirnya bertemu dengan ketujuh kurcaci yang tinggal di hutan tersebut sebagai bandit.

2 komentar :

Comment Page:

SOEGIJA (2012)

7 komentar
Tanggal 8 Juni 2012 lalu untuk pertama kalinya saya merasakan perasaan bahagia walaupun gagal mendapatkan tiket film yang akan saya tonton di bioskop. Pada hari itu tiket untuk film Soegija sudah habis terjual padahal jam abru menunjukkan pukul 2 siang. Mungkin tidak akan mengagetkan untuk film Hollywood macam The Avengers, tapi untuk sebuah film Indonesia apalagi yang disutradarai oleh Garin Nugroho yang karya-karyanya selama ini sulit diterima penonton Indonesia, pemandangan itu cukup mengejutkan sekaligus juga menyenangkan. Senang rasanya penonton berbondong-bondong menonton film ini walaupun disaat bersamaan ada film-film kacrut macam Kakek Cangkul dan Mr. Bean Kesurupan Depe yang biasanya dan sayangnya selalu memenangkan persaingan melawan film-film berkualitas untuk ukuran penjualan tiket. Saya ingat jelas bagaimana Modus Anomali kalah bersaing dengan Nenek Gayung atau saat Lovely Man bertahan tidak sampai dua minggu di bioskop. Filmnya sendiri sempat menuai kontroversi karena dituduh melakukan upaya Kristenisasi. Bah, saya tidak peduli dengan kontroversi tersebut. Meskipun benar Soegija adalah Kristenisasi lalu kenapa? Saya sendiri adalah Muslim dan bagi saya masalah keimanan tiap individu adalah masalah mereka masing-masing. 

Jikalau ada yang sampai berubah keyakinan karena sebuah film ya bukan salah filmnya, kecuali jika dalam film itu ada sebuah subliminal atau apalah yang bisa "menghipnotis" para penontonnya. Apa hanya karena Indonesia diisi mayoritas Islam sehingga Agama lain tidak boleh berdakwah juga? Ah sudahlah masa bodoh dengan segala isu tersebut. Saya lebih tertarik membahas Soegija yang merupakan film kedua Garin Nugroho di 2012 ini. Saya sangat menyesal tidak sempat menonton Mata Tertutup yang di Yogyakarta hanya bertahan tidak sampai seminggu. Padahal saya sangat tertarik dengan isu yang diangkat. Tapi tentu saja proyek 12 Miliar dari Garin ini juga sangat menarik. Setelah sebelumnya biopic Ahmad Dahlan di Sang Pencerah sangat memuaskan, maka pasti akan jadi warna baru jika muncul biopic yang mengisahkan tentang pemuka Agama lainnya dalam hal ini adalah Albertus Soegijapranata yang merupakan uskup pribumi pertama. Saya sendiri baru pertama kali mendengar nama Soegija setelah materi promosi film ini rilis. Filmnya sendiri berlokasi pada tahun 1940-1949. Saat itu adalah masa transisi yang berat bagi Indonesia dimana bangsa ini harus berganti masa dari penjajahan Belanda, lalu Jepang, kemudian setelah merdeka masih harus menghadapi pasukan Belanda yang masih belum rela melepas wilayah jajahannya ini.

7 komentar :

Comment Page:

SNOW WHITE AND THE HUNTSMAN (2012)

Tidak ada komentar
Tahun 2012 ini menampilkan dua film adaptasi dari dongeng Puteri Salju. Pertama adalah Mirror Mirror dengan sutradara Tarsem Singh yang rilis pada Maret lalu dan lebih mengambil pendekatan komedi ringan. Sedangkan yang kedua adalah film ini yang menjadi debut sutradara Rupert Sanders dan mengambil pendekatan yang lebih gelap dan sedikit berbeda dalam kisahnya. Saya sendiri pada akhirnya melewatkan menonton Mirror Mirror di bioskop setelah membaca banyak review yang mengatakan bahwa dalam film tersebut tidak ada penceritaan atau hal baru dan kisahnya lebih ringan untuk konsumsi keluarga. Sedangkan aspek visual ala Tarsem Singh yang katanya tetap unik dan menarik tidak membuat saya tertarik menonton filmnya di layar lebar, toh Immortals yang punya visual cantik tetap saja mengecewakan. Karena itu saya menjatuhkan pilihan pada Snow White and the Huntsman sebagai film adaptasi dongeng Puteri Salju yang saya tonton di layar lebar tahun ini. Dibintangi oleh Kristen Stewart, Charlize Theron dan Chris Hemsworth, versi Puteri Salju yang satu ini memang mengalami perombakan pada kisahnya.

Kisahnya diawali dengan narasi dan rangkaian kisah mulai sebelum Snow White lahir dimana kerajaan tempat ayahnya, Raja Magnus (Noah Huntley) memerintah adalah sebuah kerajaan yang makmur. Sampai suatu hari sang ratu meninggal dunia karena sakit dan membuat sang raja terbenam dalam kesedihan. Hal itu membuat banyak pasukan musuh yang berusaha menyerang kerajaan. Kemudian sampailah sang raja pada sebuah peperangan melawan pasukan kegelapan yang akhirnya berhasil ia menangkan. Saat itulah ia bertemu dengan Ravenna (Charlize Theron) yang merupakan tawanan dari para pasukan kegelapan. Terpikat dengan kecantikan Ravenna, Raja Magnus memutuskan menikahi Ravenna tanpa tahu bahwa wanita cantik tersebut ternyata mempunyai maksud merebut tahta kekuasaan. Pada malam pernikahan sang raja berhasil dibunuh dan para prajurit Ravenna menginvasi kerajaan dan berhasil merebut kerajaan itu. Banyak orang kerajaan yang terbunuh, namun Snow White pada akhirnya dikurung disebuah kastil yang terpisah. Lima belas tahun berselang cermin ajaib memberitahu Ravenna bahwa Snow White dewasa (Kristen Stewart) telah tumbuh menjadi wanita cantik yang mengalahkan Ravenna dan mampu menggulingkan kekuasaannya. Untuk membunuh Snow White, berbagai cara dilakukan Ravenna termasuk menyuruh seorang pemburu bernama Eric (Chris Hemsworth) untuk membunuh sang puteri. Tapi yang terjadi justru tidak seperti yang diharapkan Ravenna.

Tidak ada komentar :

Comment Page:

PROMETHEUS (2012)

6 komentar
Karya terbaru Ridley Scott ini jelas menyimpan banyak misteri. Jalan ceritanya ditutup rapat, sehingga spekulasi mengenai apa hubungan antara Prometheus dengan film-film Alien masih jadi misteri. Yang jelas memang diketahui bahwa film ini mempunyai universe yang sama dengan Alien dan mengambil waktu sebelum film pertamanya. Apapun itu sebenarnya proyek yang melibatkan Ridley Scott kembali dalam sebuah film sci-fi adalah tontonan yang tidak boleh terlewatkan. Apalagi disini ada banyak nama-nama besar macam Noomi Rapace, Michael Fassbender, Guy Pearce, Idris Elba hingga Charlize Theron. Rapace menjadi heroine film ini tentu saja mengingatkan kita pada tokoh Ellen Ripley, apalagi tampilan sosok Elizabeth Shaw yang diperankan Rapace tetap ada kemiripan dengan Ripley. Kemudian ada juga sosok android bernama David yang diperankan Fassbender yang tentu saja mengingatkan pada sosok Ash, android yang ada di film Alien.Kisah di Prometheus terjadi pada tahun 2093 (sekitar 129 tahun sebelum film pertama Alien) dimana saat itu sebuah pesawat luar angkasa bernama Prometheus tengah menjalankan sebuah misi misterius.

Dalam pesawat tersebut terdapat beberapa ilmuwan sebagai kru termasuk sepasang arkeolog bernama Elizabeth Shaw (Noomi Rapace) dan Charlie Holloway (Logan Marshall-Green). Akhirnya terungkap bahwa misi yang diprakarsai oleh Weyland Corporation milik Peter Weyland (Guy Pearce) ini adalah untuk mencapai sebuah planet yang mana diduga ditempati oleh sekelompok makhluk yang diperkirakan sebagai para pencipta manusia. Ya, ini adalah sebuah misi yang tujuannya untuk menguak asal usul kehidupan manusia. Dalam misi yang dipimpin oleh Meredith Vickers (Charlize Theron) tersebut turut serta juga android bernama David (Michael Fassbender) yang didesain sangat mendekati manusia. Setibanya di planet tersebut, mereka mendapati berbagai artefak dan bangunan yang jelas sekali menunjukkan adanya kehidupan. Harapan untuk menemukan jawaban tersebut meninggi saat mereka mulai banyak menemukan bukti dan hal-hal baru disana. Tapi ternyata bukan hanya jawaban saja yang bisa didapat dalam misi tersebut tapi juga sebuah teror yang mematikan.

6 komentar :

Comment Page:

PROJECT X (2012)

2 komentar
Mendengar nama Todd Phillips pasti yang terbayang adalah sebuah film komedi penuh kegilaan yang konyol sekaligus kejutan. Tentu saja hal tersebut disebabkan oleh The Hangover yang benar-benar telah melekat pada diri Todd Phillips. Setelah kesuksesan film pertama The Hangover, Phillips lanjut menyutradarai sebuah komedi yang penuh kejadian gila dan tak terduga lainnya lewat Due Date yang bagi saya tidak terlalu lucu meski duo Downey Jr. dan Galfianakis terlihat kompak. Kemudian ia melanjutkan franchise dari The Hangover lewat film kedua yang masih sedikit mengibur meskipun masih jauh dari film pertamanya. Maka dari itu saat dia memproduseri Project X ini semua pasti berharap akan ada kegilaan dan kejutan lagi meski kali ini kursi sutradara diserahkan kepada Nima Nourizadeh yang menjalani debut layar lebarnya lewat film ini. Apalagi film ini masih berada di seputaran pesta mabuk-mabukan liar yang menjanjikan sebuah pesta paling liar yang pernah ada. Pastinya banyak kejutan, apalagi judulnya sudah terdengar misterius.

Cerita awal filmnya standar saja, yaitu tentang empat sekawan yang termasuk golongan loser dikalangan teman SMA mereka. Untuk menaikkan popularitas, salah satu dari mereka yakni Costa (Oliver Cooper) membuat sebuah rencana yang diberi nama "Project X". Dalam rencana itu, mereka berniat mengadakan pesta besar-besaran yang bertempat dirumah milik Thomas (Thomas Mann) yang saat itu sedang berulang tahun dan kedua orang tuanya sedang pergi berlibur selama akhir pekan. Maka setelah mereka pergi, rencana pesta gila tersebut mulai dilakukan. Pesta yang direncanakan akan penuh minuman keras, gadis seksi telanjang, narkoba dan tentunya pesta seks dimana mereka berempat berharap bisa tidur dengan setidaknya seorang gadis pada malam itu. Pesta itu rencananya "hanya" akan dihadiri oleh maksimal 50an orang, tapi lama kelamaan akibat pengumuman yang besar-besaran dan heboh, jumlah yang datang makin banyak hingga mencapai ratusan bahkan mungkin ribuan yang berakibat pesta makin tidak terkendali.

2 komentar :

Comment Page:

FISFIC 6 VOL.1 (2011)

Tidak ada komentar
Setelah Takut: Faces of Fear yang dirilis pada 2008 lalu, Indonesia kembali disuguhi sebuah omnibus yang punya potensi luar biasa besar. Sebuah proyek bernama FISFiC (Fantastic Indonesian Short Film Competition) diadakan oleh sekumpulan sineas lokal yang tidak hanya hebat tapi juga peduli akan kemajuan perfilman nasional. Mereka itu antara lain Joko Anwar, Sheila Timothy, Mo Brothers, Gareth Evans, Ekky Imanjaya dan Rusli Edd. Proyek tersebut akan mengumpulkan skenario-skenario bergenre fantastik (horror, thriller, sci-fi dan fantasi) buatan sineas muda lokal kita yang punya bakat dan potensi namun belum mendapat kesempatan untuk memamerkan karya dan ide brilian mereka. Setelah melalui proses, terkumpul enam skenario dari enam filmmaker yang pada akhirnya diberi kesempatan untuk membuat enam film pendek yang akhirnya disatukan dalam omnibus ini untuk dirilis dalam sebuah paket DVD. Jadi segila apakah ide-ide yang tertuang dalam keenam film pendek ini?

Tidak ada komentar :

Comment Page:

KAHAANI (2012)

1 komentar
Saya termasuk orang yang sangat jarang dengan sengaja menonton film India. Dengan segala stereotipe mengenai cheesy-nya film-film India memang membuat saya sudah enggan terlebih dahulu untuk menontonnya. Sebelum ini terhitung hanya dua film India yang saya tonton karena saya memang ingin menontonnya, yaitu My Name is Khan dan 3 Idiots dan jujur kedua film tersebut adalah film yang bagus. Salah satu faktor yang membuat saya pesimis akan film-film Bollywood adalah karena banyaknya film produksi sana yang terang-terangan menjiplak dari film-film Hollywood. Tercatat sudah ada puluhan film dari yang klasik seperti On the Waterfront dan One Flew Over the Cuckoo's Nest hingga yang lebih modern seperti Memento dan Exam. Tapi akhir-akhir ini saya sering membaca review dan komentar-komentar yang sangat positif tentang sebuah film Bolly dengan genre thriller yang katanya punya orisinalitas cerita yang baik dan juga punya sebuah twist ending yang tidak terduga. Tidak butuh waktu lama bagi saya untuk mencari film arahan sutradara Sujoy Ghosh ini.

Seorang wanita yang tengah hamil tua bernama Vidya Bagchi (Vidya Balan) datang ke Kolkata dari London dengan tujuan mencari sang suami yang mendadak menghilang saat tengah menjalankan bisnis di Kolkata. Dibantu oleh seorang anggota kepolisian setempat Rana (Parambrata Chatterjee), Vidya terus berusaha mencari keberadaan sang suami. Tapi anehnya pencarian yang ia lakukan selalu nihil dan tidak ada seorangpun disana yang tahu tentang keberadaan sang suami. Bahkan kantor tempat ia bekerjapun tidak mengenal suami Vidya. Ditengah pencarian yang dilakukan, Vidya dan Rana justru terseret kedalam kasus mengenai pencarian seorang teroris bernama Milan Damji. Bukannya menghindar demi keselamatan, Vidya justru bertekad menemukan Milan karena ia yakin apabila Milan berhasil ditemukan maka ia juga akan berhasil menemukan suaminya. Seiring dengan berlanjutnya penyelidikan satu demi satu misteri terungkap dan kejutan demi kejutan ikut tersaji dalam film ini.

1 komentar :

Comment Page:

MULHOLLAND DRIVE (2001)

11 komentar
Sudah cukup lama sejak terakhir kali saya menonton film David Lynch. Terakhir saya menonton Eraserhead dengan kemampuan nalar saya yang saat itu masih cetek. Sekarang setelah cukup yakin dengan sedikit peningkatan kemampuan untuk memahami film Lynch, saya untuk ketiga kalinya menonton film karyanya. Yang jadi pilihan adalah film Lynch yang bisa dibilang filmnya yang paling terkenal, yakni Mulholland Drive. Lewat film ini David Lynch berhasil memenangkan Best Director di Cannes Film Festival. Lewat film ini juga Lynch mendapat nominasi Best Director Oscar untuk yang ketiga kalinya meski masih belum bisa menang. Lewat film ini jugalah Naomi Watts angkat nama di Hollywood sebelum kemudian terkenal dengan banyak membintangi film-film remake. Hal ini cukup menarik mengingat dia disini berperan sebagai seorang aktris muda yang tengah mencoba menapaki karir di Hollywood. Mulholland Drive sekarang ini juga menjadi salah satu film yang paling sering dibicarakan khususnya dalam forum-forum film untuk mencari tahu interpretasi dan makna-makna dari film ini. 

Berkisah tentang Betty (Naomi Watts) seorang gadis muda, polos dengan impian tinggi untuk menjadi selebriti menginjakkan kakinya di Los Angeles untuk pertama kalinya. Disana ia tinggal di apartemen milik bibinya yang juga merupakan seorang aktris dan tengah menjalani syuting di Kanada sehingga Betty bisa menempati apartemennya yang kosong itu. Tapi sesampainya disana ia justru bertemu dengan seorang wanita misterius yang mengaku bernama Rita (Laura Harring). Kemudian diketahui bahwa Rita mengalami amnesia setelah kecelakaan mobil yang ia alami di malam sebelumnya. Betty yang merasa kasihan akhirnya memutuskan membantu Rita mencari jati dirinya yang asli sambil tetap meneruskan usahanya mendapat peran di film besar. Disisi lain ada juga kisah tentang sutradara bernama Adam (Justin Theroux) yang dalam prosesnya menyutradarai sebuah film mendapat tekanan dari sekelompok mafia untuk menggunakan aktris pilihan mereka sendiri yang tentunya membuat Adam merasa kehilangan kebebasannya. Belum cukup sampai disitu, nasib buruk Adam berlanjut saat mengetahui sang istri berselingkuh dan kemudian rekening miliknya dibekukan.

11 komentar :

Comment Page: