MY 25 FAVORITE MOVIES OF ALL TIME

15 komentar
Membuat daftar film favorit jelas bukan hal mudah bagi saya. Meski baru rutin menonton film dalam tiga tahun belakangan namun sudah ada cukup banyak film yang terus berada di pikiran saya dan membuat saya tidak bosan meski telah berkali-kali menonton film tersebut. Bahkan beberapa diantaranya memberikan inspirasi yang luar biasa besar bagi saya untuk berkarya khususnya dalam hal penulisan naskah. Kali ini saya mencoba merangkum 25 film yang menjadi favorit saya dan memberikan begitu banyak inspirasi. Tentu saja masih ada begitu banyak film-film diluar sana yang belum sempat saya tonton sehingga sangat mungkin daftar ini berubah sewaktu-waktu. Lalu karena postingan ini adalah berisi film favorit saya tentu saja sifatnya amat sangat subjektif karena keseharian serta selera saya sangat berpengaruh disini. Selain itu daftar film favorit jelas berbeda dengan daftar film terbaik yang makin membuat daftar ini semakin terasa subjektif dan personal. Jadi ini dia daftar 25 film favorit saya...setidaknya sampai saat ini.

15 komentar :

Comment Page:

INSIDIOUS: CHAPTER 2 (2013)

1 komentar
Hanya berselang dua bulan sejak The Conjuring yang fenomenal itu James Wan telah merilis sekuel dari Insidious yang telah melambungkan namanya dua tahun lalu. The Conjuring benar-benar menciptakan standar baru dalam perfilman horor rumah hantu yang juga merupakan sajian utama dari Insidious. Hingga kini pun saya masih mengingat dan mengagumi "adegan tepuk tangan" yang tidak hanya mengerikan namun juga begitu kreatif dalam menghadirkan terornya tersebut. Untuk Insidious sendiri bagi saya adalah sebuah sajian horor yang mencekam meski bagian klimaksnya sedikit menurunkan tensi saat James Wan terlalu jauh mengeksplorasi kisahnya hingga masuk ke ranah fantasi daripada horor konvensional. Dalam Insidious: Chapter 2 semua orang yang berada dibalik kesuksesan film pertamanya kembali lagi mulai dari James Wan, penulis naskah Leigh Whannell, komposer Joseph Bishara, hingga deretan pemain macam Patrick Wilson, Rose Byrne sampai Lin Shaye. Kisahnya melanjutkan apa yang terjadi di film pertamanya setelah Elise (Lin Shaye) terbunuh dan diketahui bahwa Josh (Patrick Wilson) masih berada dibawah kendali hantu nenek mengerikan yang telah lama mengejarnya.

Guna menghindari kejaran para hantu yang mengganggu hidup mereka, Josh beserta istrinya, Renai (Rose Byrne) dan anak-anaknya pindah kerumah sang ibu, Lorraine (barbara Hershey). Namun apa yang terjadi tidaklah sesuai yang diharapkan karena para makhluk halus tersebut masih juga belum berhenti memberikan teror bagi mereka semua. Dengan bantuan cenayang bernama Carl (Steve Coulter), Lorraine pun memulai mencari asal-usul dari teror yang telah menghantui keluarganya selama ini sembari berusaha menyelamatkan Josh yang hingga kini arwahnya masih terperangkap di "dunia lain". Lagi-lagi James Wan memakai rumah tua yang gelap dan berhantu sebagai tempat membagi terornya pada kita. Lagi-lagi masih ada hantu berwujud wanita tua mengerikan. Lagi-lagi masih ada lorong gelap dan lemari yang seolah menyimpan ratusan hantu di dalamnya. Memang Insidious: Chapter 2 masih menampilkan segala ciri khas James Wan yang baru saja meneror saya sektiar satu bulan yang lalu lewat The Conjuring. Tapi hal itu bukan berarti sekuel ini berakhir datar dan menjadi satu dari sekian banyak sekuel horor pengeruk uang tidak penting yang hanya mengulangi formula keberhasilan film pertama. Justru Insidious: Chapter 2 seolah menjadi eksplorasi lebih luas dari talenta James Wan sekaligus menjadi paket tak terpisahkan dari film pertamanya.

1 komentar :

Comment Page:

2 GUNS (2013)

Tidak ada komentar
Setelah menuytradarai sebuah action-thriller berkualitas standar berjudul Contagion tahun lalu, sutradara asal Islandia Baltasar Kormakur kembali berusaha membuat sebuah sajian action menghibur berjudul 2 Guns. Kembali dibintangi Mark Wahlberg yang kali ini berduet dengan Denzel Washington, 2 Guns adalah sebuah adaptasi dari novel grafis berjudul sama. Kali ini Baltasar Kormakur tidaklah menyajikan sebuah film aksi yang eksplosif dan serius tapi merupakan sebuah action berbalut komedi yang mengetengahkan tema buddy cop sebagai sajian utamanya. Tentu saja yang paling menjadi daya tarik di film ini adalah melihat bagaimana kolaborasi antara Wahlberg dan Washington. Mark Wahlberg telah bermain di beberapa action-komedi termasuk yang paling baru dalam Pain & Gain milik Michael Bay. Sedangkan Denzel Washington adalah aktor yang identik dengan peran-peran serius, maka menarik dilihat bagaimana kolaborasi keduanya berjalan disini.

Bobby (Denzel Washington) dan Stigman (Mark Wahlberg) adalah pasangan yang bekerja sama melakukan berbagai kejahatan termasuk transaksi narkoba. Suatu hari setelah gagal bertransaksi dengan seorang drug lord bernama Papi Greco (Edward James Olmos) keduanya ditangkap di perbatasan Amerika dan Meksiko. Dari situlah perlahan kita tahu bahwa sesungguhnya mereka berdua adalah agen yang tengah menjalani misi penyamaran. Bobby merupakan agen DEA sedangkan Stigman adalah anggota angkatan laut Amerika. Mereka mempunyai misi masing-masing untuk mendekati Papi Greco namun sama-sama tidak tahu bahwa sebenarnya satu dan yang lain merupakan agen yang tengah menyamar. Untuk menjebak Papi Greco, Bobby dan Stigman berencana merampok bank tempat Papi menyimpan uangnya dengan tujuan menangkap sang drug lord atas tuduhan pencucian uang. Namun apa yang mereka dapatkan justru sebuah kejutan mengenai konspirasi-konspirasi lebih besar yang terjadi di sekitar mereka dan membuat keduanya dalam  posisi tersudut. Kini Bobby dan Stigman harus bekerja sama melawan berbagai pihak mulai dari Papi Greco, Angkatan laut, hingga agen CIA korup yang kejam, Earl (Bill Paxton).

Tidak ada komentar :

Comment Page:

KICK-ASS 2 (2013)

Tidak ada komentar
Tiga tahun lalu, Matthew Vaughn sukses menghadirkan Kick-Ass, sebuah film adaptasi komik mengenai superhero tanpa kekuatan super yang berhasil mendapatkan respon positif serta meraih kesuksesan finansial yang lumayan. Sebuah kesuksesan yang cukup untuk menghasilkan sebuah sekuel. Kali ini Matthew Vaughn hanya menjadi produser setelah memutuskan untuk terlibat dalam franchise X-Men yang sibuk dan memberikan kursi penyutradaraan dan penulisan naskah kepada Jeff Wadlow. Tentu saja sekuelnya masih akan melanjutkan ciri khas yang telah dibangun film pertamanya, yakni komedi satir, tingkat kekerasan yang cukup tinggi, serta sosok gadis berusia 15 tahun yang jago membunuh orang dan bermulut kotor yaitu Hit Girl yang masih dimainkan oleh Chloe Moretz. Kisahnya masih melanjutkan apa yang terjadi pada film sebelumnya dimana kemunculan Kick-Ass mulai menginspirasi banyak orang untuk turun ke jalan dan memerangi kejahatan dalam balutan kostum superhero buatan mereka sendiri.

Ironisnya disaat mulai banyak yang terinspirasi dengan aksinya, David Lizewski (Aaron Taylor-Johnson) sang Kick-Ass justru telah berhenti melakukan kegiatannya membasmi kejahatan. Namun lama kelamaan Dave merasa bosan dengan kehidupan normal tersebut dan meminta Mindy (Chloe Moretz) untuk melatihnya menjadi seorang superhero yang tangguh. Itulah yang menjadi bekal Dave untuk kembali beraksi dan akhirnya bergabung dengan grup superhero bernama Justice Forever yang dipimpin oleh mantan mafia bernama Colonel Stars and Stripes (Jim Carrey). Sayangnya Dave harus kecewa saat Mindy menolak ajakannya bergabung karena terlah berjanji kepada Marcus (Morris Chestnut) yang kini menjaganya sepeninggal sang ayah untuk tidak lagi menjadi Hit Girl. Mindy sendiri tengah berusaha untuk menjadi gadis normal yang bergaul dengan teman-teman seusianya. Disisi lain, Chris D'Amico (Christpher Mintz-Plasse) masih menyimpan dendam terhadap Kick-Ass yang meledakkan sang ayah dengan bazoka. Menanggalkan jubah Red Mist sang superhero, Chris berubah menjadi supervillain pertama bernama The Motherfucker yang kemudian merekrut para penjahat untuk membentuk grup supervillain bernama The Toxic Mega-Cunts. Tujuan utamanya satu, yaitu membunuh Kick-Ass.

Tidak ada komentar :

Comment Page:

ELYSIUM (2013)

Tidak ada komentar
Melalui District 9, sutradara sekaligus penulis naskah Neill Blomkamp berhasil membuat debut yang sensasional. Tidak hanya berhasil meraup pendapatan diatas $200 juta, film tersebut juga mempunyai kualitas yang luar biasa serta mendapatkan nominasi Best Picture di ajang Oscar. Selang empat tahun setelah kesuksesan tersebut, Blomkamp kembali lagi dengan sebuah sajian sci-fi yang lagi-lagi menyinggung isu mengenai perbedaan kasta sosial dan apartheid yang terjadi di negeri kelahirannya, Afrika Selatan. Dalam Elysium, Blomkamp kembali berkolaborasi dengan Sharlto Copley yang namanya turut dikenal semenjak membintangi District 9. Namun nama besar yang ada tidak hanya Copley karena sebagai aktor utama ada Matt Damon. Kemudian ada juga Jodie Foster, Alice Braga serta Diego Luna yang turut meramaikan jajaran cast film ini. Dengan bujet yang hampir mencapai empat kali lipat dari bujet District 9 bisa dipastikan Elysium akan terasa lebih fantastis dari aspek visual milik District 9 yang sudah fantastis tersebut. Namun apakah film ini bisa menandingi pencapaian kualitas yang dicapai debut luar biasa itu?

Pada tahun 2154 umat manusia telah terpecah menjadi dua jenis. Yang pertama adalah mereka para orang-orang kaya berdompet tebal yang tinggal di sebuah stasiun luar angkasa bernama Elysium. Disana mereka bisa hidup penuh kemewahan, mendapat jaminan keamanan, serta bisa hidup dalam umur panjang berkat bantuan kesehatan canggih yang selalu mereka dapatkan. Sedangkan yang kedua adalah mereka orang-orang miskin yang harus tinggal di Bumi yang kini sudah penuh sesak, gersang dan tidak berdaya menghadapi serangan berbagai macam penyakit. Max Da Costa (Matt Damon) adalah mantan pencuri mobil yang kini bekerja di Armadyne Corporation, sebuah perusahaan yang bertanggung jawab membuat segala hal yang berkaitan dengan Elysium. Suatu hari akibat kecelakaan yang terjadi pada saat bekerja, Max mengalami radiasi yang membuat hidupnya tinggal tersisa lima hari lagi. Satu-satunya harapan bagi Max untuk tetap hidup adalah terbang ke Elysium untuk mendapatkan pengobatan disana. Melalui sebuah perjalanan penuh bahaya khususnya yang datang dari agen pemerintah bernama Kruger (Sharlto Copley), rupanya perjalana  Max tidak hanya bisa menyelamatkan nyawanya tapi juga semua umat manusia di Bumi.

Tidak ada komentar :

Comment Page:

HALF NELSON (2006)

1 komentar
Diadaptasi dari sebuah film pendek berjudul Gowanus, Brooklyn yang juga merupakan hasil kolaborasi antara Ryan Fleck dan Anna Boden, Half Nelson sendiri merupakan sebuah batu loncatan dalam karir seorang Ryan Gosling. Setelah banyak membintangi film-film indie berkualitas dan berhasil mencuri hati penonton wanita lewat The Notebook dua tahun sebelumnya, akhirnya kemampuan akting Gosling mendapat pengakuan lebih saat ia menerima nominasi Best Actor di ajang Oscar lewat perannya di film ini. Nominasi tersebut juga merupakan satu-satunya nominasi Oscar yang pernah diperoleh Gosling hingga saat ini. Dalam film ini Gosling berperan sebagai Dan Dunne, seorang guru sejarah yang mengajar di sebuah sekolah menengah di Brooklyn. Tidak hanya itu, ia juga menyempatkan diri sebagai pelatih tim basket puteri disana. Meski dikenal sebagai sosok guru yang cukup dekat dan disukai oleh para murid berkat gaya mengajarnya, namun pihak sekolah kurang menyukai cara mengajar Dunne yang dianggap melenceng dari standar kurikulum yang telah ditetapkan.

Tapi diluar sosoknya sebagai seorang guru yang bisa menjadi teladan, Dunne ternyata merupakan seorang pecandu narkoba dan selalu menghisap kokain secara sembunyi-sembunyi. Suatu hari seusai pertandingan, Dunne secara diam-diam menghisap kokain di tempat itu tanpa ia ketahui salah seorang pemain sekaligus muridnya di kelas, Drey (Shareeka Epps) masih berada di sana dan memergoki Dunne sedang teler. Yang terjadi setelah kejadian tersebut justru semakin kuatnya kedekatan diantara mereka berdua. Dunne yang merasa bersalah atas kejadian tersebut merasa perlu untuk berbuat hal yang baik dan menjaga Drey, sedangkan Drey sendiri membutuhkan sosok seperti Dunne setelah kakaknya di penjara dan ayahnya tidak lagi bersedia mengurus Drey dan sang ibu. Begitulah Half Nelson, sebuah kisah yang tidak hanya bercerita tentang bagaimana hubungan antara guru dan muridnya tapi lebih dari itu ini adalah kisah tentang orang-orang yang terjebak dalam kesepian. Dunne dan Drey masing-masing punya masalah mereka sendiri yang membuat mereka seolah menghadapi hidup sendiri dan akhirnya mereka saling menemukan dan mengisi hidup satu sama lain.

1 komentar :

Comment Page:

WHAT'S EATING GILBERT GRAPE (1993)

Tidak ada komentar
 
Film yang naskahnya diadaptasi dari novel berjudul sama karangan Peter Hedges yang juga menulis naskahnya ini bisa dibilang adalah sebuah film yang langka. Bagaimana tidak, dalam What's Eating Gilbert Grape kita akan melihat dua aktor yang sekarang termasuk jajaran kelas satu Hollywood yakni Johnny Depp dan Leonardo DiCaprio bermain dalam satu film. Film ini dirilis tepat 20 tahun yang lalu dimana pada saat itu Johnny Depp karirnya tengah menanjak pasca kesuksesan Edward Scissorhands. Sedangkan Leonardo DiCaprio malah baru melakoni debutnya lewat Critters 3, sebuah film komedi horor kelas B dua tahun sebelumnya. Bagi DiCaprio sendiri film inilah yang membuka mata seluruh dunia akan kemampuannya berakting dimana ia berhasil mendapatkan nominasi Oscar untuk Best Supporting Actor pada usianya yang saat itu masih 19 tahun. Disutradarai oleh Lasse Hallstrom yang kini lebih dikenal sebagai orang yang sering membuat film adaptasi novel Nicholas Sparks macam Dear John dan Safe Haven, What's Eating Gilbert Grape akan mengajak kita menyaksikan hubungan antara dua kakak beradik Gilbert (Depp) dan Arnie (DiCaprio).

Gilbert adalah seorang kakak yang sanagt menyayangi dan selalu menjaga Arnie yang notabene adalah penderita mental retardation. Meski sang adik kerap melakukan berbagai tindakan yang merepotkan seperti memanjat menara air di tengah kota yang sampai mengundang perhatian warga dan polisi setempat, Gilbert tidak pernah lelah untuk menjaga adiknya tersebut. Mulai dari menemani Arnie bermain hingga memandikannya, semua dilakukan oleh Gilbert. Semua itu dilakukannya dalam kondisi keluarga yang tidak terlalu baik. Sang ayah telah meninggal dengan menggantung dirinya beberapa tahun yang lalu dan kejadian tersebut membuat sang ibu (Darlene Cates) terpukul dan hanya menghabiskan waktunya untuk makan dan duduk menonton televisi di tempat yang sama selama bertahun-tahun yang menyebabkan dirinya menjadi obesitas. Adik perempuannya, Ellen (Mary Schellhardt) tidak menunjukkan kepedulian yang besar terhadap Arnie dan lebih mengurusi dirinya sendiri. Hanya sang kakak, Amy (Laura Harrington) yang bertindak "dewasa" dan seolah menjadi sosok ibu bagi mereka semua. Gilbert pun harus berusaha terus menjaga sang adik yang akan segera menginjak 18 tahun. Belum lagi ia tengah menjalin affair dengan Betty (Mary Steenburgen) yang telah menikah dan mempunyai dua orang anak. Sampai suatu hari datang seorang wanita bernama Becky (Juliette Lewis) yang perlahan mulai masuk dalam kehidupan Gilbert.

Tidak ada komentar :

Comment Page:

FRANKENSTEIN'S ARMY (2013)

Tidak ada komentar
 
Dari judulnya kita sudah bisa melihat bahwa film ini punya cerita yang berbasis dari kisah legendaris tentang Victor Frankenstein yang sanggup menghidupkan kembali manusia yang telah mati, dan dengan adanya kata "army" pada judulnya pasti para calon penonton sudah bisa mengira-ngira bahwa film mocku-horror ini akan menyajikan terornya dari para pasukan orang mati yang dibangkitkan kembali. Jadi apakah Frankenstein's Army merupakan film zombie? Mungkin ada unsur serupa yang tersaji disini, namun Frankenstein's Army punya beberapa hal yang sanggup membedakannya dengan film-film mockumentary lain atau film-film bertemakan zombie yang ada pada umumnya. Filmnya sendiri ber-setting pada masa perang dunia kedua dimana hal itu sudah memberikan keunikan mengingat sebelumnya mungkin tidak ada film mocku-horor yang mengambil waktu pada masa perang dunia. Kita pun akan dibawa mengikuti perjalanan para tentara Rusia yang tengah menjalankan misi mereka menerima sebuah panggilan radio berisi permintaan tolong yang diduga berasal dari para pasukan Rusia lain yang tengah menjalankan misinya.

Pada akhirnya mereka memilih untuk mencari asal panggilan radio tersebut dan sampailah mereka di sebuah kota kecil misterius yang tidak berpenghuni. Disitulah mereka akan menemui teror tak terduga dari sekumpulan monster-monster pembunuh berbentuk aneh dan menyeramkan buatan Dr. Frankenstein. Usai menonton film ini saya pun mulai bertanya-tanya tentang alasan penggunaan teknik mockumentary dalam film ini. Teknik tersebut digunakan untuk menguatkan kesan nyata dan realistis dalam sebuah film, dan untuk horor hal tersebut bisa membuat tingkat kengerian makin berlipat ganda disaat penonton merasa terornya adalah sesuatu yang nyata. Tapi kasus yang terjadi pada film ini justru akan membuat filmnya semakin tidak terasa realistis dan nampak konyol. Bagaimana tidak? Sebuah mocku-horror di era perang dunia kedua dimana teknologi kamera masih sangat sederhana bagaimana bisa menyajikan gambar yang begitu jernih seperti apa yang tersaji disini? Bahkan usahanya menambahkan beberapa efek kamera jadul tetap tidak membuat film ini terasa nyata. 

Tidak ada komentar :

Comment Page: