VENUS IN FUR (2013)

Tidak ada komentar
Roman Polanski kembali mengadaptasi sebuah pertunjukkan teater setelah pada tahun 2011 membuat Carnage yang memperlihatkan bagaimana kemampuan sang sutradara memindahkan sebuah pertunjukkan panggung ke dalam media film. Naskah teater yang banyak didominasi oleh dialog-dialog mampu ditransformasikan menjadi sebuah film yang dinamis berkat penyutradaraan Polanski. Setelah keberhasilan tersebut, kali ini Roman Polanski melakukan adaptasi dari pertunjukkan Venus in Fur yang ditulis oleh David Ives. Pertunjukkan itu sendiri mengambil inspirasi dari novel Venus in Furs karya Leopold von Sacher-Masoch. Dari nama pengarang novelnya mungkin anda sudah bisa menebak bahwa istilah Masochism (merasakan kepuasan seksual saat disakiti/didominasi) berasal dari namanya. Memang baik pada novel, pertunjukkan teater, maupun film milik Polanski ini aspek masokis dan dominasi terasa begitu kental. Dengan naskah yang ditulis berdua oleh Polanski dan Ives, Venus in Fur hanya menampilkan dua orang aktor, yaitu Mathieu Amalric Emmanuelle Seigner yang tidak lain adalah istri Roman Polanski. Dengan ber-setting hanya di sebuah gedung pertunjukkan Venus in Fur akan membawa penonton mengikuti begitu banyak dinamika antar kedua karakternya.

Thomas (Mathieu Amalric) baru saja menjalani hari yang melelahkan disaat audisi untuk aktris dalam pementasannya tidak berjalan lancar. Dari sekian banyak wanita yang datang tidak ada satupun yang ia anggap cocok untuk memerankan karakter utama wanita dalam pementasannya, Wanda von Dunayev. Thomas sendiri baru kali ini menyutradarai pementasan teater setelah selama ini lebih banyak menulis naskahnya. Pementasan yang akan ia sutradarai merupakan sebuah adaptasi yang dia buat dari novel Venus in Furs. Merasa frustrasi, Thomas memutuskan untuk pulang, apalagi para kru juga sudah terlebih dahulu meninggalkan gedung pertunjukkan. Tapi sesaat sebelum ia pergi datanglah seorang wanita dengan penampilan nyentrik nan kental unsur fetish bernama Vanda (Emmanuelle Seigner). Meski namanya hampir sama dengan nama karakter yang akan diaudisi, kepribadian keduanya amat bertolak belakang. Melihat hal itu Thomas menolak melakukan audisi, apalagi nama Vanda tidak tercantum dalam daftar peserta audisi. Meski pada akhirnya setuju melakukan audisi, tentu saja Thomas tidak berharap banyak. Tapi semuanya berubah saat Vanda mulai mengucapkan dialog pertama karakter Wanda.
Saya begitu menyukai film ini karena semua aspeknya entah itu cerita, dialog, setting, kostum, hingga pemilihan pemain memiliki makna. Makna yang bersinggungan dengan tema-tema yang coba diangkat oleh film ini. Ada unsur seksisme hubungan antara sutradara dengan aktrisnya, hubungan pria dengan wanita, sampai ikatan yang terjadi antara seorang penulis dengan karya yang ia adaptasi. Kemudian berbagai tema tersebut juga saling bersinggungan membentuk sebuah tema yang lebih besar yakni dominasi. Pada dasarnya Venus inf Fur memang berkisah tentang masokis yang merupakan kepuasan karena didominasi jadi wajar saja jika semua aspeknya selalu bersinggungan dengan hal tersebut. Berbagai hal itupun tidak hanya sekilas disinggung tapi dieksplorasi secara cukup mendalam. Kita akan dibuat bertanya-tanya siapa sebenarnya yang mendominasi siapa. Ada unsur meta yang cukup kuat disini melihat sosok Mathie Amalric yang cukup mirip dengan Polanski saat muda dan Emmanuelle Seigner yang merupakan istri Polanski. Apakah keputusan Polanski mengadaptasi Venus in Fur karena ia merasa kisah itu bagaikan cerminan kehidupannya seperti apa yang (tampaknya) dialami oleh karakter Thomas? Jika benar hal itu menjelaskan bagaimana film ini bisa terasa mendetail saat menghadirkan curahan perasaan seorang masochism meski hanya tersirat.
Satu lagi unsur meta yang hadir dengan cukup cerdas adalah bagaimana film ini menghadirkan unsur pementasan dalam pementasan. Dalam buku Venus in Furs, karakter utama pria yang bersedia menjadi budak wanita yang ia cintai sempat mendengar cerita tentang pria yang bertemu dengan Venus. Sedangkan dalam filmnya, saya dibuat bertanya-tanya apakah sesungguhnya sosok Vanda merupaka Venus yang menyamar? Dia tidak terdaftar sebagai peserta audisi tapi sudah bisa hafal bahkan menghayati keseluruhan naskah buatan Thomas, dia secara "kebetulan" mempunyai banyak kostum-kostum yang sangat cocok dipakai dalam pementasan, dan masih banyak hal lain termasuk apa yang diperlihatkan Polanski dalam ending-nya. Tapi jika kita bicara tentang kedua karakternya, interaksi antara Thomas dan Wana juga merupakan salah satu hal paling menarik dalam film ini disamping keasyikan yang hadir saat saya berusaha mengambil interpretasi dari berbagai aspek yang ada. Dengan masih mempertahankan 'rasa teater", Polanski sanggup mengemas interaksi keduanya menjadi begitu menarik, begitu dinamis. Tempo dialog yang cepat memang membutuhkan konsentrasi, tapi jika anda berhasil mengikuti kalimat demi kalimatnya, anda akan terikat oleh percakapan tanpa akhir Thomas dan Vanda.

Interaksi keduanya amat menarik disaat secara perlahan batas antara dialog nyata dengan dialog pementasan semakin kabur. Pada awalnya baik karakter maupun konten pembicaraannya berbeda jauh antara kedua dialog tersebut, tapi perlahan saat konten pembicaraan semakin mirip dan baik Thomas maupun Vanda (khususnya Thomas) mulai menunjukkan jati dirinya, maka batasan tersebut semakin kabur dan semuanya semakin terasa ambigu. Akting memukau Mathie Amalric dan Emmanuelle Seigner juga turut membantu menciptakan rasa ambigu dan kedinamisan interaksi kedua karakternya. Amalric menunjukkan transformasi yang meyakinkan dari pria yang pesimis menjadi optimis bahkan cenderung obsesif. Tapi yang paling luar biasa adalah saat ia bertukar peran dengan Vanda untuk memerankan karakter Wanda. Kesan rapuh juga terpancar jelas saat sisi gelapnya perlahan mulai "ditelanjangi". Sedangkan Emmanuelle Seigner memancarkan kesan erotic dan sensual yang luar biasa. Tidak hanya itu transformasinya dari Vanda yang sedikit bitchy menjadi Wanda yang lebih elegan dalam waktu singkat secara berulang kali membuat penonton bisa percaya bahwa Vanda memang aktris hebat. Dialognya bisa tampil serius terkadang juga bisa lucu menjadikan Venus in Fur terasa begitu menarik dan begitu cepat meski mayoritas filmnya hanya diisi oleh dialog. Kontennya terasa seksi dan juga nakal disaat Polanski menyelipkan unsur fetish khususnya masochism disana-sini. 

Tidak ada komentar :

Comment Page: