FOUR WEDDINGS AND A FUNERAL (1994)

Tidak ada komentar
Terkadang suatu film disebut bagus karena memang benar-benar bagus. Tapi tidak jarang pula ada yang dinyatakan bagus (hanya) karena punya kualitas di atas kebanyakan film lain dengan genre serupa. Tidak semua, tapi mayoritas komedi romantis memang diciptakan sebagai tontonan ringan. Lupakan semua pesan moral atau kritik sosial yang diselipkan secara paksa dengan kuantitas amat minim, fokus utama rom-com memang menyajikan tontonan romansa ringan nan menghibur. Maka disaat Amerika masih terus mengulang formula usang, kemunculan komedi romantis dari Inggris garapan Mike Newell ini terasa menyegarkan. Pendapatan di atas $245 juta serta dua nominasi Oscar untuk Best Picture dan Best Original Screenplay menunjukkan kehausan publik dunia khususnya Amerika akan romantic comedy yang tidak melulu bicara romantisme gombal. Tapi masalahnya Four Weddings and a Funeral tidak sebagus itu. Satu lagi film overrated yang menguasai tahun 1994 selain Forrest Gump.

Judul film ini menjelaskan semuanya. Akan ada empat pernikahan dan satu pemakaman yang dihadiri oleh tokoh utamanya, Charles (Hugh Grant). Dia adalah sosok pria canggung yang meyakini keberadan satu cinta sejati, meski sampai saat ini ia masih belum menemukan wanita yang benar-benar ia cintai. Dalam rentang waktu beberapa bulan, kita dibawa melihat Charles beserta sahabat-sahabatnya menghadiri empat pesta pernikahan plus satu upacara pemakaman. Pada berbagai kesempatan itulah secara rutin Charles bertemu dengan seorang wanita Amerika bernama Carrie (Andie MacDowell). Cinta pada pandangan pertama dialami oleh Charles. Terhalang oleh jarak, ia pun hanya bisa bertemu dengan Carrie pada even-even tersebut, dimana dalam tiap pertemuan selalu terjadi perubahan dinamika hubungan antara keduanya. Memang tidak ada yang terlalu menonjol dari alurnya. Bahkan kita sudah tahu dari awal pernikahan siapa yang akan muncul terakhir.
Hal yang membuat film ini layak untuk berada di atas kebanyakan komedi romantis lain adalah naskah tulisan Richard Curtis. Ada tiga poin utama: kandungan cerita, dialog, komedi. Ceritanya membuat rom-com ini tidak hanya mengumbar romantisme yang nihil. Meski hadir dalam tataran alur yang mudah ditebak, ada perjalanan cukup bermakna yang dialami karakter Charles. Dia menghadiri empat pernikahan dan penonton dibuat merasakan itu layaknya sebuah rutinitas. Bahkan dalam satu adegan, Charles bangun tidur dan mensyukuri bahwa pada hari itu ia tidak harus menghadiri pernikahan siapapun, seolah kehadirannya di pesta pernikahan adalah bagian dari keseharian. Walaupun begitu ia tidak pernah menikmati hubungan cintanya, bahkan nampak jauh dari kesan segera menikah. Daripada menemukan cinta sejati ia justru "diteror" oleh mantan-mantannya dalam suatu rangkaian adegan lucu dan jauh dari kesan menyenangkan saat Charles bertemu dengan mereka. Ibaratnya, Charles adalah partygoer yang tidak pernah menikmati pesta itu sendiri.

Semua itu memang membuat Four Weddings and a Funeral penuh ironi dalam kehampaan yang dirasakan karakter utamanya. Tapi sebenarnya hanya itu. Poin di atas membuat filmnya tidak kosong, tapi tidak sampai menjadikannya tontonan penuh makna, emosional, ataupun romantisme yang benar-benar menggigit. Hanya menghibur tapi tidak pernah terlalu dalam. Sedangkan poin kedua dan ketiga tidak bisa dipisahkan, karena dialog yang ungguh terjadi dalam percakapan antara Charles dan sahabat-sahabatnya, dimana suasana komedi kental disitu. Saat bersinggungan dengan drama percintaan, dialognya biasa saja. Tapi Richard Curtis mampu menuliskan banter menarik yang terasa renyah saat para sahabat ini mulai berinteraksi. Ada Gareth (Simon Callow) yang energik, Tom (James Fleet) yang kaya tapi canggung dan bodoh, sampai Fiona (Kristin Scott Thomas) dengan berbagai sindirannya. Komedi yang ditulis Curtis tidaklah terlalu cerdas, tapi efektif. Ringan tapi jauh dari kesan bodoh. Berpadu dengan cermatnya Mike Newell mengatur timing, kelucuan demi kelucuan pun sanggup dihadirkan. Bahkan kemunculan Rowan Atkinson meski singkat tapi sukses mengundang tawa. 
Pernikahan pertama membuka film dengan begitu baik, memuat saya langsung menyukainya. Pernikahan kedua memantapkan apa yang sudah dibangun. Tapi mulai pernikahan ketiga dan seterusnya, film mulai melelahkan. Padahal justru pada dua pesta pernikahan terakhir plus pemakaman itulah poin titik balik film ini dimulai. Titik balik yang sejatinya merupakan tempat dimana segala potensi emosional berada. Tapi filmnya sudah terlalu lama berputar pada dua pesta pertama yang penuh keceriaan. Memasuki tiga event berikutnya yang lebih serius (meski masih ada komedi disana-sini) saya sudah merasa lelah. Ketidak berhasilan film ini menyajikan momen drama kuat juga berujung pada kegagalan mengangkat daya tarik film pada paruh kedua. 

Hugh Grant memang bermain apik dengan timing komedik sempurna, penuh ekspresi clueless, dan kecanggungan natural yang tidak jatuh menjadi kebodohan. Tapi saya tetap tidak terikat pada kisah percintaannya. Justru hubungan antar sahabat di dalamnya lebih menarik bagi saya. Muncul pula harapan Kristin Scott Thomas mendapat porsi jauh lebih besar khususnya pada porsi komedi. Four Weddings and a Funeral pada akhirnya tidak lebih dari sekedar sajian ringan yang amat menghibur. Saya tidak menyangkal film ini sangat menghibur, lucu, penuh interaksi karakter menarik dan cerita yang tidak kosong. Tapi untuk segala tanggapan positif dan kesuksesan yang diraih, semua itu terasa berlebihan. Film ini akan memberikan kesenangan, tapi tidak bermakna, apalagi berhiaskan rasa yang dieksplorasi mendalam. Tidak jauh beda dengan mantan-mantan Charles yang hanya memberikan kesenangan biasa saja tanpa kehadiran cinta sejati penuh makna. Rom-com British yang berusaha sebisa mungkin mendekati "rasa Amerika" demi kepentingan komersil.

Tidak ada komentar :

Comment Page: